Di tengah gelaran Lego Playground di Main Atrium Gandaria City, sutradara film animasi Jumbo, Ryan Adriandhy, berbagi kisah yang tak kalah inspiratif dari film yang ia garap selama lima tahun terakhir. Dalam kampanye bertajuk Main dan Jadi Hebat, Ryan tak sekadar menjadi bintang tamu. Ia hadir sebagai figur yang memaknai bermain bukan sebagai aktivitas kosong, tetapi sebagai proses kreatif yang melatih ketekunan, fleksibilitas, dan visi.
“Kadang bermain itu cuma dianggap sebagai hiburan,” ujar Ryan. “Tapi lewat Lego dan kampanye ini, kita ingin mengingatkan bahwa bermain bisa jadi jalan menuju mimpi besar—asal didampingi, diarahkan, dan dinikmati prosesnya,”lanjutnya.
Ia mengaku, banyak hal yang ia pelajari dari dunia bermain, termasuk ketika harus “memainkan mood” anak-anak pengisi suara Jumbo di studio. Alih-alih langsung duduk dan bekerja, Ryan kerap membiarkan mereka berlarian, menggambar, atau bahkan bermain Lego terlebih dahulu. “Baru setelah mereka rileks dan merasa senang, kita mulai proses rekaman. Karena anak-anak butuh pendekatan yang main-driven, bukan command-driven,” ungkapnya.
Dari Lego ke Layar Lebar
Mimpi membuat film animasi muncul sejak Ryan berusia empat tahun. Saat itu, ia menyadari bahwa dunia animasi bukan dunia nyata, namun justru bisa membuatnya menangis, tertawa, dan terhubung secara emosional. “Aku tahu itu cuma gambar. Tapi aku hanyut dalam ceritanya. Di situlah aku tahu, animasi bisa menyentuh.”
Menurutnya, membangun Jumbo seperti merakit Lego: sudah ada visi besar, tetapi banyak potongan yang harus disesuaikan dengan tantangan nyata. Tak jarang, saat menulis skenario, ide berkembang dari interaksi spontan dengan pengisi suara. “Ada momen ketika penampilan aktor bikin saya ubah satu adegan. Karena ternyata, di proses kreatif, hal terbaik sering datang dari hal yang tak direncanakan.”
Sama-Sama Soal Ketekunan dan Fleksibilitas
Ryan melihat paralel antara merakit Lego dan membuat film animasi. “Kita punya visi mau bikin rumah, misalnya. Tapi ternyata bricks-nya enggak lengkap. Kita bisa stres, atau kita bisa beradaptasi. Dan kadang, hasil akhirnya malah lebih bagus dari rencana awal.”
Prinsip ini yang ia terapkan selama proses produksi Jumbo yang memakan waktu lima tahun. Ia tidak mengejar kesempurnaan teknis semata, melainkan proses kreatif yang menyenangkan dan bermakna. “Karena kalo dari awal mindset-nya main, pasti kita happy, kita fleksibel, kita eksploratif.”
Gembira dan Bebas
Menjawab pertanyaan soal apa satu kata yang menggambarkan bermain, Ryan menyebut: “Gembira.” Bagi dia, itulah energi utama dari proses berkarya, dan yang harus tetap dijaga, bahkan saat sudah masuk dunia profesional.
Ryan juga menyatakan kebanggaannya dipilih sebagai Lego Play Champion, bersama Jerome Polin dan Liunic. Baginya, itu bukan sekadar gelar, tapi pengingat bahwa bermain adalah fondasi dari semua pencapaian kreatifnya.
“Saya masih main Lego sampai sekarang. Karena dari situ saya belajar problem solving, eksplorasi visual, dan yang paling penting: tetap bersenang-senang dalam prosesnya,” tuturnya.
Lego sendiri menghadirkan kampanye Lego Playground yang hadir di Main Atrium Gandaria City selama liburan sekolah, yaitu mulai 13 Juni hingga 13 Juli 2025. Di sini, orang tua dan anak bakal menemukan beragam keseruan sekaligus mempererat ikatan dengan si kecil.