LSM Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) mengecam aktivitas pertambangan nikel di Pulau Gag, Raja Ampat. Pulau Gag, yang merupakan bagian dari kawasan konservasi laut dunia, sekarang berubah menjadi korban ketamakan industri ekstraktif yang didukung oleh kebijakan yang tidak transparan dan minim akuntabilitas.
Kecaman JATAM itu dilontarkan setelah viral aksi sejumlah pihak yang mengecam aktivitas pertambangan nikel di wilayah Raja Ampat, Papua Barat Daya, karena dikhawatirkan berdampak terhadap lingkungan sekitar. Sebab Raja Ampat merupakan salah satu lokasi wisata unggulan di Indonesia, yang menjadi daya tarik bagi wisatawan domestik maupun asing.
JATAM dalam keterangan pers pada Minggu (8/6/2025) mengatakan tindakan pemerintah yang secara sistematis menyangkal kerusakan lingkungan dan menutup-nutupi fakta, telah mewariskan utang ekologis bagi generasi mendatang.
Ironisnya, tindakan ini berjalan di atas pemerintahan yang terus-menerus abai terhadap supremasi hukum. Sikap abai ini tercermin dalam lemahnya penegakan hukum di pulau-pulau kecil seperti Wawonii dan Sangihe di Raja Ampat.
Meskipun Mahkamah Agung (MA) telah menerbitkan empat putusan dan satu putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang tegas melarang aktivitas pertambangan di wilayah pulau kecil Indonesia dan telah berkekuatan hukum tetap (Inkracht Van Gewijsde), eksekusi atas keputusan tersebut masih terbatas pada ranah administrasi perizinan. Sedangkan penghentian total aktivitas di lapangan sebagaimana mandat utama putusan tersebut, tak pernah dilakukan.
Ketidakpatuhan terhadap putusan MA dan MK semakin memperjelas pembiaran kejahatan ekologis terjadi. Pulau Sangihe, misalnya, telah menjadi simbol perlawanan masyarakat terhadap tambang ilegal, namun meskipun berbagai putusan hukum telah memenangkan warga, perusahaan tambang tetap beroperasi tanpa hambatan. Hal sama terjadi di Wawonii.
“Ketika hukum hanya menjadi formalitas tanpa implementasi, negara kehilangan legitimasi sebagai pelindung rakyat dan dengan mudah berubah wujud menjadi penindas bagi rakyatnya sendiri. Karena itu, kami secara terbuka menantang pemerintah segera memenuhi tuntutan kami,” demikian keterangan JATAM.
Lima tuntutan JATAM pada pemerintah adalah pertama menuntut dicabutnya semua regulasi yang melegalkan tambang di pulau kecil, termasuk Undang-Undang Mineral dan Batu bara dan aturan turunannya.
Kedua, menuntut agar disusunnya perlindungan hukum yang tegas dan tanpa celah untuk pulau-pulau kecil.
Ketiga, hapus semua rencana tata ruang wilayah (RTRW) yang mengakomodasi kepentingan tambang di wilayah pesisir dan pulau kecil.
Keempat, dilakukan tindakan menghentikan, mengevaluasi, mengaudit dan serta mencabut seluruh izin tambang di pulau-pulau kecil yang sudah terlanjur dieksploitasi. Kelima, berhenti menerbitkan izin tambang baru di pulau kecil Indonesia.