Seorang guru duduk di kursi ruang kelas I yang tidak mendapat peserta didik baru di SDN Kranggan 01, Tersono, Kabupaten Batang, Jawa Tengah, Senin (14/7/2025). Berdasarkan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Batang, SDN Kranggan 1 tidak ada siswa sama sekali dalam tahun ajaran baru 2025/2026 dikarenakan adanya persaingan dengan sekolah swasta di sekitar lokasi sekolah tersebut, dan pihak Disdikbud setempat berencana untuk menggabungkan SDN Kranggan 01 dengan SDN Kranggan 02. (Foto: Antara)
Berita Terkini, Eksklusif di WhatsApp Inilah.com
Fenomena sekolah tanpa siswa baru kembali mencuat pada tahun ajaran 2025/2026 di sejumlah daerah di Indonesia. Puluhan sekolah dasar (SD) dan sekolah menengah pertama (SMP) tercatat tidak menerima pendaftar baru, baik di wilayah perkotaan maupun pedesaan.
Tentu saja kondisi ini memicu keprihatinan di serta menimbulkan kekhawatiran terhadap masa depan pendidikan dasar. Apa akar masalahnya?
Krisis Meluas di Berbagai Wilayah
Di Jawa Timur, SDN 1 Jenangan dan SDN Setono di Ponorogo dua tahun berturut-turut tidak mendapat siswa baru. Jumlah siswa aktif di SDN 1 Jenangan kini hanya 16 orang, dengan kelas I dan II kosong. Di Jombang, tiga SDN nihil pendaftar, sedangkan puluhan lainnya hanya memperoleh kurang dari 10 siswa baru. Kondisi serupa terjadi di Mojokerto, Blitar, Trenggalek, hingga Kota Malang.
Di Daerah Istimewa Yogyakarta, puluhan sekolah juga mengalami kekurangan siswa. SDN Wijimulyo Lor, Kulon Progo, hanya memperoleh satu siswa baru. Di Sleman, 62 SDN kekurangan peserta didik, bahkan 11 sekolah hanya menerima kurang dari lima siswa untuk kelas I.
Di Gunungkidul, sebanyak 17 SD dan 20 SMP tidak mendapat pendaftar baru tahun ini. Fenomena ini turut dipengaruhi oleh ketimpangan jumlah lulusan taman kanak-kanak (TK) dan kebijakan zonasi.
Jawa Tengah menghadapi situasi serupa. Dua SDN di Boyolali tidak memperoleh pendaftar sama sekali, dan sebagian besar sekolah di kabupaten ini gagal memenuhi target satu rombongan belajar. Sebuah SDN di Blora bahkan tidak bisa melaksanakan Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) akibat nihil peserta.
Di Banten dan Jawa Barat, sejumlah SD di Serang hanya memiliki lima siswa per kelas. Sekolah swasta di Bandung pun sepi peminat karena terserapnya calon siswa ke sekolah negeri favorit melalui kebijakan rombongan belajar berkapasitas besar.
Perlu Evaluasi Serius
Kepala Dinas Pendidikan Kota Jombang, Senen, menyebut penurunan pendaftar dipengaruhi banyak faktor.
“Kami sudah melakukan berbagai upaya, termasuk sosialisasi ke TK dan masyarakat, tapi realitasnya memang jumlah lulusan TK turun tajam. Penggabungan sekolah bisa menjadi opsi jika kondisi berlanjut,” katanya.
Penurunan jumlah peserta didik baru bisa disebabkan oleh berbagai faktor, mulai dari jumlah penduduk usia sekolah yang menurun, hingga pilihan orang tua yang beralih ke sekolah swasta atau lembaga pendidikan lain.
Sementara itu, Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Ubaid Matraji, menilai krisis ini tak lepas dari perubahan pola pikir masyarakat.
“Penurunan pendaftar sebenarnya sudah diprediksi sejak tren kelahiran menurun. Masalah makin berat karena orang tua cenderung menganggap hanya sekolah negeri tertentu yang layak, sehingga terjadi penumpukan di satu sisi dan kekosongan di sisi lain,” jelas Ubaid.
Krisis sekolah tanpa siswa baru tahun ajaran 2025/2026 menjadi peringatan penting bagi dunia pendidikan nasional. Masalah ini memerlukan solusi strategis lintas sektor agar kelangsungan pendidikan dasar dan pemerataan akses di seluruh wilayah Indonesia tetap terjamin.