Ratusan orang yang tergabung dalam Studi Demokrasi Rakyat (SDR) kembali menggelar aksi di depan Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat (5/7/2024) siang. Mereka kembali datang untuk mendesak KPK segera mengusut dugaan korupsi impor beras yang melibatkan Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi dan Dirut Perum Bulog Bayu Krisnamurthi.
Pantauan Inilah.com di lokasi, massa mulai bergerak menuju Gedung Merah Putih KPK pukul 14.15 WIB. Dalam aksi yang diikuti oleh lintas elemen masyarakat dan mahasiswa ini, massa membawa sejumlah spanduk yang menyerukan agar Arief dan Bayu segera ditangkap.
Massa memenuhi Jalan Kuningan Persada tepat di depan Gedung KPK, sembari meneriakkan agar Kepala Bapanas dan Dirut Bulog ditangkap dan diperiksa oleh KPK.
“Hari ini kita mau tahu apakah laporan yang kami kirim pada tanggal 3 Juni 2024 sudah masuk, sudah dilakukan penindakan apa belum ini yang kita tunggu,” kata salah seorang orator.
Mereka mendesak KPK tidak takut untuk menindak pihak-pihak yang merugikan negara, termasuk Arief dan Bayu dalam perkara impor beras.
“KPK yang lalai dan abai untuk menindak oknum-oknum yang merugikan negara,” kata orator.
Sebelumnya, Direktur Eksekutif Studi Demokrasi Rakyat (SDR) Hari Purwanto melaporkan Arief dan Bayu ke KPK, Rabu (3/7/2024).
Adapun dua klaster kasus impor beras dilaporkan, yaitu mark up (selisih harga) impor 2,2 juta ton beras senilai Rp2,7 triliun. Serta, juga dilaporkan dalam dugaan kerugian negara akibat demurrage (denda) impor beras senilai Rp294,5 miliar.
Hari menjelaskan duduk perkara kasus mark up impor beras, perusahaan Vietnam bernama Tan Long Group yang memberikan penawaran untuk 100.000 ton beras seharga 538 dolar AS per ton dengan skema FOB dan 573 dolar AS per ton dengan skema CIF.
Namun sejumlah data yang dikumpulkan menyebut, harga realisasi impor beras itu jauh di atas harga penawaran. Dugaan mark up ini juga diperkuat dengan laporan Badan Pusat Statistik (BPS) yang mencatat pada Maret 2024, Indonesia sudah mengimpor beras sebanyak 567,22 ribu ton atau senilai 371,60 juta dolar AS.
Artinya Bulog mengimpor beras dengan harga rata-rata 655 dolar AS per ton. Dari nilai ini, tutur Hari, ada selisih harga atau dugaan mark up senilai 82 dolar AS per ton.
Jika kita mengacu harga penawaran beras asal Vietnam, maka total selisih harga sekitar 180,4 juta dolar AS. Jika menggunakan kurs Rp15.000 per dolar, maka estimasi selisih harga pengadaan beras impor diperkirakan Rp2,7 triliun.
Sementara itu, masalah dugaan kerugian negara akibat demurrage (denda) pelabuhan impor beras senilai Rp294,5 miliar. Hari membeberkan, kerugian ini akibat tertahannya 490 ribu ton beras impor Bulog di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta dan Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya, pada pertengahan hingga akhir Juni 2024.
“Beredar informasi yang masih diperlukan pendalaman, penyebab utama dari keterlambatan bongkar muat yang berujung denda atau demurage ini akibat kebijakan dari Kepala Bapanas yang mewajibkan Bulog menggunakan peti kemas (kontainer) dalam pengiriman beras impor ini. Ini dituding menyebabkan proses bongkar lebih lama dari cara sebelumnya yang menggunakan kapal besar tanpa kontainer,” beber Hari.