Relasi Nadiem-Google Erat Lewat Gojek, Dugaan Fee 30 Persen Berkedok Co-Investment Harus Diungkap

Relasi Nadiem-Google Erat Lewat Gojek, Dugaan Fee 30 Persen Berkedok Co-Investment Harus Diungkap


Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat, Hinca IP Pandjaitan mempertanyakan Kejaksaan Agung (Kejagung) yang belum menetapkan eks Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim (NAM) sebagai tersangka, dalam kasus proyek pengadaan laptop Chromebook dalam program digitalisasi pendidikan Kemendikbudristek tahun 2019–2022. Disorot juga, soal dugaan fee berkedok co-investment yang belum terang benderang.

“Lebih membingungkan, nama besar seperti Nadiem Makarim masih menggantung,” kata Hinca saat dihubungi Inilah.com, Jakarta, dikutip Rabu (30/7/2025).

Hinca sebenarnya mengagumi latar belakang Nadiem sebagai menteri termuda—usia 35 tahun saat dilantik Oktober 2019—yang dipercaya masuk Kabinet Indonesia Maju pada pemerintahan Presiden Joko Widodo–K.H. Ma’ruf Amin. 

Dia juga kagum dengan kesuksesan Nadiem sebagai pebisnis. Nadiem adalah pendiri Gojek pada 2010, yang kini telah menjadi salah satu dari 19 decacorn di dunia dengan valuasi mencapai US$10 miliar. Ia menilai jaringan Nadiem sangat luas.

“Publik yakin Nadiem bukan orang sembarangan. Menteri termuda, pernah mengguncang Indonesia lewat Gojek, jaringan globalnya ke mana-mana,” ucap Hinca.

Ironisnya, kata Hinca, di balik prestasi tersebut, Nadiem justru diduga memerintahkan eks staf khususnya untuk meminta fee 30 persen kepada Google, yang dibungkus dengan istilah co-investment dalam proyek pengadaan Chromebook.

“Tapi justru itu masalahnya. Ketika isu permintaan 30 persen ke Google muncul, kita malah diberi cerita soal co-investment. Bahasa kerennya canggih, tapi bau proyeknya tetap amis,” ucapnya.

Prestasi mentereng itu jadi tercoreng, Nadiem tak memberikan teladan karena diduga menjalankan proyek pendidikan demi kepentingan pribadi, bukan untuk kepentingan publik. Terlebih, dia dianggap lari dari tanggung jawab dalam kasus ini.

“Negara ini bukan startup yang bisa main valuasi semaunya. Model begini tak layak jadi teladan. Di dunia startup, itu namanya exit strategy. Di pemerintahan, itu namanya lari dari tanggung jawab,” katanya.

Penyidik Jampidsus tengah menelusuri potensi keuntungan yang diduga diperoleh Nadiem dari proyek pengadaan Chromebook tahun anggaran 2019–2022. Salah satu fokus penyidikan adalah hubungan antara investasi Google ke Gojek dan proyek digitalisasi pendidikan. Langkah ini merupakan bagian dari upaya untuk menetapkan pendiri Gojek tersebut sebagai tersangka.

“Apa keuntungan yang diperoleh oleh NAM, ini yang sedang kami dalami. Penyidik fokus ke sana, termasuk tadi disampaikan adanya investasi dari Google ke Gojek. Kami sedang masuk ke sana,” kata eks Direktur Penyidikan Jampidsus, Abdul Qohar, di Gedung Bundar Kejagung, Jakarta Selatan, Selasa (15/7/2025).

Qohar menambahkan, jika bukti telah mencukupi, penetapan tersangka akan diumumkan secara resmi. “Nanti kalau pada saatnya alat bukti cukup tentu akan kita rilis kepada teman-teman wartawan,” ujarnya.

Nadiem telah diperiksa penyidik pada Selasa (15/7/2025) selama 9 jam 7 menit, dari pukul 09.00 WIB hingga 18.07 WIB. Salah satu materi pemeriksaan adalah dugaan keterkaitan antara investasi Google di Gojek dengan proyek pengadaan Chromebook. Dugaan ini diperkuat dengan penyitaan dokumen dan barang bukti elektronik saat penggeledahan di kantor GoTo pada Selasa (8/7/2025).

Google diketahui pernah berinvestasi di Gojek saat Nadiem masih menjabat sebagai CEO. Pada pertengahan 2019, Gojek memperoleh pendanaan Seri F sebesar US$1 miliar (sekitar Rp14 triliun saat itu) dari Google dan sejumlah investor lainnya. Tak lama setelah itu, Nadiem mengundurkan diri dan menjabat Mendikbudristek.

Kolaborasi antara Kemendikbudristek di bawah kepemimpinan Nadiem dan Google terus berlangsung, termasuk dalam proyek pengadaan Chromebook berbasis ChromeOS yang kini tengah disidik.

Dalam konstruksi perkara, penyidik menyoroti peran Jurist Tan, mantan staf khusus Nadiem, yang kini telah ditetapkan sebagai tersangka. Pada Februari dan April 2020, Nadiem disebut bertemu langsung dengan perwakilan Google, WKM dan PRA (Putri Ratu Alam), untuk membahas kerja sama pengadaan teknologi informasi dan komunikasi (TIK). Jurist Tan, atas perintah Nadiem, menindaklanjuti pembicaraan tersebut, termasuk menyampaikan permintaan kontribusi investasi sebesar 30 persen dari Google.

“Selanjutnya Tersangka JT menyampaikan co-investment 30 persen dari Google untuk Kemendikbudristek apabila pengadaan TIK Tahun 2020 s.d. 2022 menggunakan ChromeOS. Hal itu disampaikan dalam rapat-rapat yang dihadiri HM selaku Sekretaris Jenderal Kemendikbudristek, Tersangka SW selaku Direktur SD dan Tersangka MUL selaku Direktur SMP,” sambung Qohar.

Puncaknya terjadi pada 6 Mei 2020, saat Nadiem memimpin rapat daring via Zoom bersama Jurist Tan, Sri Wahyuningsih (SW), Mulyatsyah (MUL), dan Ibrahim Arief (IBAM). Dalam rapat tersebut, Nadiem memerintahkan agar pengadaan TIK tahun 2020–2022 menggunakan ChromeOS, meskipun proses pengadaan belum dimulai.

Proyek senilai Rp9,3 triliun itu diduga merugikan negara hingga Rp1,98 triliun. Qohar menyebut kerugian timbul akibat praktik mark-up dan selisih harga kontrak dengan harga dari principal.

“Kerugian keuangan negara yang timbul bersumber dari perhitungan selisih kontrak dengan harga penyedia dengan metode illegal gain, artinya keuntungan penyedia diambil dari selisih mendapatkan harga dari principal yang tidak sah,” jelasnya.

Kerugian tersebut mencakup perangkat keras dan lunak, termasuk Classroom Device Management (CDM) senilai Rp480 miliar dan mark-up harga laptop di luar CDM sebesar Rp1,5 triliun. Kejagung telah menetapkan empat tersangka dalam perkara ini, pada Selasa (15/7/2025):

1. Jurist Tan (JT) – Mantan Staf Khusus Mendikbudristek Nadiem Makarim

2. Ibrahim Arief (IBAM) – Mantan Konsultan Teknologi di Warung Teknologi Kemendikbudristek

3. Sri Wahyuningsih (SW) – Mantan Direktur SD Ditjen PAUD, Dikdas, dan Dikmen serta KPA Direktorat SD TA 2020–2021

4. Mulyatsyah (MUL) – Mantan Direktur SMP Ditjen PAUD, Dikdas, dan Dikmen serta KPA Direktorat SMP TA 2020–2021

Untuk kepentingan penyidikan, Sri Wahyuningsih dan Mulyatsyah ditahan di Rutan Salemba cabang Kejagung sejak 15 Juli hingga 3 Agustus 2025. Ibrahim Arief menjalani tahanan kota karena menderita penyakit jantung kronis, sementara Jurist Tan belum ditahan karena berada di luar negeri.

Keempat tersangka diduga telah merekayasa proyek sejak awal, termasuk mengganti sistem operasi dari Windows ke ChromeOS atas arahan langsung dari Nadiem Anwar Makarim.

GoTo Ogah Dikaitkan

Direktur Public Affairs & Communications PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GoTo), Ade Mulya menegaskan, Nadiem Makarim telah mengundurkan diri dari seluruh jabatan di perseroan, sejak Oktober 2019. Sebelum dugaan korupsi pengadaan Chromebook muncul.

“Sejak Oktober 2019 yang bersangkutan telah mengundurkan diri dari posisinya sebagai Presiden Komisaris dan sama sekali tidak terlibat lagi dalam operasional maupun manajemen Perseroan,” kata Ade di Jakarta, Selasa (15/7/2025).

Ade menyampaikan, selama menjabat Mendikbudristek, Nadiem tidak memiliki hubungan ataupun keterlibatan apa pun dengan perusahaan. Selain itu, GoTo menyampaikan bahwa Andre Soelistyo juga telah mengakhiri seluruh perannya di perusahaan. Yang bersangkutan, telah mundur dari jabatan Komisaris dan disetujui oleh Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) GoTo per 11 Juni 2024. Sebelum menjabat sebagai Komisaris, yang bersangkutan pada tanggal 30 Juni 2023 juga telah resmi mengundurkan diri dari posisinya sebagai Direktur Utama GoTo.

Meski demikian, Ade menyampaikan, GoTo tetap berkomitmen menghormati proses hukum yang berlaku. “Kami senantiasa menjunjung tinggi asas praduga tak bersalah dan menghormati proses hukum yang berlaku. Sebagai perusahaan publik, kami selalu mengedepankan asas tata kelola perusahaan yang baik, akuntabel, dan transparan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku,” ujar Ade.

Komentar