Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies) Anthony Budiawan menilai masalah status pengemudi ojek online (ojol) di Indonesia sangat komplek. Ia mengakui sudah sepantasnya para pengemudi (driver) perlu dianggap sebagai karyawan, bukan mitra.
“Di Indonesia, status ojol malah dibuat lebih kompleks, dianggap sebagai ‘mitra’, tetapi kewajiban mereka pada prinsipnya adalah sama dengan karyawan,” kata Anthony kepada wartawan, Jakarta, Sabtu (26/4/2025).
Anthony mengatakan masalah status pengemudi ojol sudah lama diperdebatkan di dunia, apakah status mereka sebagai karyawan atau ‘karyawan mandiri’ (self-employed).
Ia pun menyinggung upaya dua pengemudi Uber di Inggris yang mengajukan tuntutan kepada pengadilan Inggris agar menetapkan status dan hak driver online Uber setara dengan karyawan. Melalui proses pengadilan yang sangat panjang sejak 2016, Mahkamah Agung setempat akhirnya memutuskan pada awal 2021 status pengemudi online di Inggris Raya harus disamakan sebagai ‘pekerja’ (karyawan), meskipun perusahaan menganggap mereka sebagai ‘karyawan-mandiri’ (self employed).
“Putusan MA Inggris ini mempunyai implikasi luas di negara-negara Eropa lainnya, seperti Belgia, yang juga memutuskan status driver online disamakan dengan karyawan,” ucapnya.
Dengan demikian, Anthony menilai para pengemudi mempunyai hak yang melekat sebagai karyawan. Hal seperti ini diatur di dalam undang-undang ketenagakerjaan, antara lain upah minimum, hak cuti, gaji ke-13, dan lainnya.
“Oleh karena itu, sudah selayaknya status driver online di Indonesia juga disetarakan dengan karyawan, sehingga mereka juga dapat memperoleh semua hak karyawan sesuai peraturan yang berlaku,” ujarnya,
Kenaikan status ini, ungkap Anthony, juga menjadi jalan agar pihak aplikator tidak mengeksploitasi para pengemudi. Sehingga para pengemudi bisa mendapat upah sewajarnya tanpa harus bersaing dengan pengemudi ojol lainnya.
“Hal ini juga untuk mencegah perusahaan penyedia taksi (tranportasi) online melakukan eksploitasi terhadap driver online dengan melakukan rekrutmen sebanyak-banyaknya, yang membuat pendapatan setiap driver online menjadi sangat rendah,” tuturnya.
Sebelumnya, Ketua Koalisi Ojol Nasional (KON) Andi Gustianto mengeluh para pengemudi yang dieksploitasi pihak aplikator. Hal ini dikarenakan ketidakjelasan status para pengemudi.
“Karena kita melihat sekarang ini, kita ini dieksplotasi, baik secara fisik dan psikologis,” kata Andi di Jakarta, dikutip Kamis (24/4/2025).
Andi mengatakan eksploitasi ini dilakukan ketika pihak aplikator menawarkan berbagai promo kepada pengguna. Akibatnya, pihak pengemudi merasa dirugikan.
Selain itu, Andi juga menyoroti status pengemudi yang tidak jelas menyebabkan mereka tak terlindungi. Ia menyebut tidak ada regulasi khusus yang melindungi para pengemudi.
Ia berharap DPR RI bisa menjadi jembatan bagi para pengemudi untuk menemukan solusi. Andi juga mengaku tidak melupakan jasa pihak aplikator yang berhasil membuka lapangan pekerjaan baru untuk para pengemudi.