Deputy Director Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Eko Listiyanto mengatakan, jika anggaran transfer keuangan daerah (TKD) dipangkas signifikan, jangan kaget jika melahirkan gejolak sosial di daerah.
“Kenapa? Karena daerah pada hari ini posisinya melambat, ekonominya rata-rata tertekan. Kalau kemudian dana transfer dipotong sampai hampir sekitar 25 persen atau sekitar Rp269 triliun dari rencana anggaran tahun lalu, maka ini sangat besar,” tutur Eko kepada Inilah.com di Jakarta, Rabu (20/8/2025).
“Dan sepertinya kalau saya lihat dari kemampuan daerah untuk bisa menggali, mengoptimalkan ekonominya tidak segampang itu ya,” sambung Eko.
Kebijakan Sr Mulyani itu, menurut Eko, bakal menyulitkan daerah yang APBD-nya sangat bergantung kepada anggaran TKD dari pusat. Jika tidak ada jalan lain, angkanya sebaiknya sama dengan anggaran 2025.
“Itu untuk mencegah supaya daerah-daerah tidak melakukan kenaikan pajak daerah, ya cara terbaik adalah transfer daerahnya menurut saya porsinya harus lebih ditingkatkan,” kata Eko.
Opsi kedua, lanjut Eko, pemerintah daerah (pemda) maupun pemerintah kota (pemkot) harus melakukan efisiensi besar-besaran terhadap APBD. “Ini memang akan sakit, memang tidak enak. Tetapi itu lebih memungkinkan untuk menjaga kesehatan APBD-nya,” terang Eko.
Selain itu, menurut Eko, para bupati atau wali kota, sebisa mungkin menghindari kenaikan pajak yang justru direspons negatif oleh masyarakat di daerah.
“Kalau menaikkan pajak, ada risiko politik. Saat ini, daya beli masyarakat menurun, jangan malah dibebani dengan pajak tinggi,” imbuhnya.
Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menegaskan penurunan anggaran transfer ke daerah (TKD) dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026. Dipicu peralihan anggaran ke belanja pemerintah pusat.
Dalam RAPBN 2026, anggaran TKD ditetapkan sebesar Rp650 triliun, terkoreksi sebesar 24,8 persen dari proyeksi TKD 2025 sebesar Rp864,1 triliun.
“Kalau TKD mengalami penurunan, kenaikan dari belanja pemerintah pusat di daerah itu naiknya jauh lebih besar,” kata Sri Mulyani dalam Konferensi Pers RAPBN dan Nota Keuangan 2026 di Jakarta, Jumat (15/8/2025).
Menurut dia, manfaat dari program belanja pemerintah pusat juga dirasakan oleh masyarakat di daerah. Sebagai contoh, program perlindungan sosial Program Keluarga Harapan (PKH) dan Kartu Sembako, program pendidikan Sekolah Rakyat dan Sekolah Unggul Garuda, Makan Bergizi Gratis (MBG), subsidi energi dan non-energi, hingga program ketahanan pangan seperti lumbung pangan dan cadangan pangan oleh Perum Bulog.
Sri Mulyani menyebut, program-program itu, dan program lain yang menyentuh langsung kepadamasyarakat, alokasinya mencapai Rp1.376,9 triliun dari belanja pemerintah pusat dalam RAPBN 2026.
“Untuk TKD, saya rasa tadi kompensasi dari kementerian/lembaga yang belanjanya di masing-masing daerah harus makin dikoordinasikan dengan pemerintah daerah, sehingga baik pemerintah maupun rakyat memahami program-programnya,” ujar dia.