Indonesia disebut memiliki potensi besar untuk menjadi pemain utama dalam industri bioteknologi, tidak hanya di Asia, melainkan juga di tingkat global.
Hal itu sebagaimana disampaikan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI, Taruna Ikrar saat menyampaikan kuliah ilmiah dalam forum internasional bertema Advanced Therapy Medicinal Products (ATMP) Kedokteran Universitas Harvard, AS beberapa waktu lalu.
Dalam paparannya, Ikrar menyampaikan BPOM RI saat ini sedang berupaya merancang kerangka regulasi ATMP yang adaptif terhadap pesatnya perkembangan teknologi medis modern.
Tak hanya itu, regulasi dibuat berdasarkan bukti ilmiah yang kuat, memastikan keamanan dan efektivitas terapi yang masuk ke pasar.
Di samping itu, regulasi ini diharapkan dapat mendukung inovasi, mempercepat akses masyarakat terhadap terapi terbaru tanpa mengorbankan kualitas dan keamanan.
“Pendekatan ini sejalan dengan tren global. Negara-negara maju sedang bergerak ke arah yang sama, dan Indonesia tidak ingin tertinggal dalam revolusi terapi berbasis bioteknologi,” kata Ikrar, Sabtu (19/4/2025).
Lebih dari itu, Ikrar mengatakan ekosistem bioteknologi merupakan komitmen dari pemerintah RI. Di mana, hal ini sejalan dengan visi atau asta cita Presiden RI, Prabowo Subianto.
Upaya ini sendiri dapat diwujudkan melalui Infrastruktur Riset. Pembangunan laboratorium dan pusat riset bioteknologi berstandar internasional. Melalui kemitraan global, lewat kerja sama dengan universitas dan perusahaan farmasi dunia untuk transfer teknologi.
Kemudian, pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM), dengan cara meningkatkan kapasitas ilmuwan Indonesia melalui pendidikan, pelatihan, dan riset.
Dengan kekayaan hayati serta pasar domestik yang besar, Indonesia jelas punya modal yang kuat, bukan sekadar menjadi konsumen, namun juga produsen teknologi medis di masa yang akan datang.
Lalu apa manfaatnya bagi Indonesia jika menjadi pusat bioteknologi dunia?
Ikrar meyakini, pengembangan bioteknologi dan regulasi yang kuat di bidang terapi medis akan memberikan berbagai manfaat bagi masyarakat Indonesia.
Sebut saja, terciptanya akses terhadap pengobatan canggih. Melalui regulasi ATMP yang adaptif akan mempermudah masyarakat mendapatkan terapi medis terbaru dengan standar keamanan dan efektivitas yang terjamin.
Lalu, harga yang lebih terjangkau. Peningkatan produksi dalam negeri, akan menekan biaya terapi medis, sehingga lebih terjangkau bagi masyarakat luas.
Terciptanya, peningkatan kesehatan masyrakat. Inovasi di bidang bioteknologi akan membuka peluang untuk penemuan dan pengembangan terapi baru bagi penyakit yang sulit diobati.
Yang tak kalah penting yakni terbukanya lapangan pekerjaan dan pertumbuhan ekonomi. Tentu saja, investasi di sektor bioteknologi akan membuka lapangan kerja baru dan meningkatkan daya saing Indonesia dalam industri kesehatan global.
Berikutnya, Indonesia tentu akan memiliki kemandirian teknologi kesehatan. Bila memiliki ekosistem bioteknologi yang oke, Indonesia tidak lagi bergantung pada impor obat dan terapi medis dari luar negeri.
“Ini bukan sekadar mimpi. Dengan regulasi yang progresif, investasi di sektor riset, dan kolaborasi internasional yang aktif, Indonesia bisa menjadi pusat inovasi bioteknologi dunia,” tegasnya.
Walau begitu, Ikrar juga mengingatkan adanya sejumlah tantangan yang perlu dihadapi bersama, termasuk kebutuhan pembiayaan, kesenjangan dalam kesiapan industri lokal, serta perlunya penyempurnaan regulasi secara berkelanjutan.