RUU Perampasan Aset Jadi Prioritas Prabowo Mesti DPR Ikut Bantu, Kok ‘ogah-ogahan?’

RUU Perampasan Aset Jadi Prioritas Prabowo Mesti DPR Ikut Bantu, Kok ‘ogah-ogahan?’


Pakar Hukum dari Universitas Bung Karno Hudi Yusuf menilai pembahasan rancangan undang-undang (RUU) Perampasan Aset, sudah seharusnya menjadi prioritas bagi DPR. Apalagi perintah sudah dikeluarkan oleh Presiden Prabowo Subianto.

“RUU perampasan aset itu harga mati dan penting sebagai skala prioritas. Presiden sudah memerintahkan seyogyanya (DPR) ‘tunduk’ pada eksekutif, karena eksekutif sangat tahu kondisi dilapangan apa yang menjadi prioritas. ‘Tunduk’ bukan berarti memposisikan DPR di bawah eksekutif, tetapi legislatif dan eksekutif harus sinergi memprioritaskan yang terpenting untuk negara,” tutur Hudi kepada inilah.com saat dihubungi di Jakarta, dikutip Senin (12/5/2025).

Menurutnya, RUU perampasan aset penting sekali untuk segera disahkan, karena banyak pejabat yang memiliki kekayaan jauh lebih tinggi dari pendapatannya, lalu mereka dapat memperoleh kekayaan sebanyak itu dari mana?

“Oleh karena itu penting RUU itu segera diundangkan, pejabat yang terlibat korupsi kekayaan yang bersangkutan harus dirampas oleh negara, apabila DPR berlama-lama tidak menyelesaikan RUU itu tentu DPR sebagai wakil rakyat menurut saya melakukan sesuatu perbuatan tercela,” tegasnya.

Ia menyebut padahal bila RUU ini disahkan menjadi UU, maka kebutuhan anggaran negara dapat dipenuhi dari aset para koruptor di luar dan dalam negeri yang dapat dirampas oleh negara.

Hudi menyatakan, sebagai wakil rakyat harusnya DPR memiliki tingkat kesadaran yang tinggi untuk mengedepankan kepentingan rakyat. Tugas DPR membuat UU yang populis bukan elitis, kepentingan rakyat diatas segala-galanya.

“Seyogyanya anggota DPR kedepan walau anggota partai tertentu, dapat menyuarakan aspirasi konstituennya bukan aspirasi ketua partai, prihatin jika anggota DPR harus ‘tunduk’ dengan ketua partai, perilaku ini sebagai ‘membonzai’ hasil demokrasi sehingga negara dikendalikan oleh segelintir orang,” tandasnya.

Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto dalam pidatonya di Monumen Nasional (Monas), Jakarta Pusat, Kamis (1/5/2025), menyatakan dukungannya terhadap percepatan pengesahan RUU Perampasan Aset.

“Dalam rangka juga pemberantasan korupsi saya mendukung UU Perampasan Aset, saya mendukung,” ujar Prabowo.

Ia juga menegaskan komitmennya untuk menarik kembali aset negara yang dicuri oleh para koruptor. “Enak saja sudah nyolong enggak mau kembalikan aset, gue tarik saja lah itu. Setuju? Bagaimana kita teruskan? Kita teruskan perlawanan terhadap koruptor?” kata Prabowo yang disambut sorakan massa buruh.

RUU Perampasan Aset Ditunda

Nampaknya tak ada keseriusan dari DPR untuk membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset. Padahal Presiden Prabowo Subianto belum lama ini menyatakan dukungan dan dorongan agar RUU ini segera disahkan.

Ketua DPR RI Puan Maharani menjelaskan, saat ini Komisi III DPR sedang merampungkan revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) sehingga pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset menjadi tertunda.

“Memang sesuai dengan mekanismenya kita akan membahas KUHAP dulu. Namun kita awalnya tidak akan tergesa-gesa. Kita akan mendapatkan masukan dari seluruh elemen masyarakat dulu sesuai dengan mekanismenya,” tutur Puan di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (7/5/2025).

Setelah itu, lanjut dia, baru kemudian DPR akan membahas RUU perampasan aset. “Bagaimana selanjutnya, ya itu juga kita akan minta masukkan pandangan dari seluruhnya. Karena kalau tergesa-gesa nanti tidak akan sesuai dengan aturan dan mekanisme yang ada. Itu akan rawan. Jadi ya seperti itu,” tandasnya.

Asal tahu saja, RUU Perampasan Aset yang tak kunjung disahkan sejak zaman pemerintahan SBY. Bahkan berkali-kal masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) mulai 2012, namun terkatung-katung hingga saat ini. Di era Jokowi, lanjut Hardjuno, draf RUU Perampasan Aset kembali dimasukkan Menko Polhukam Mahfud MD. Lagi-lagi macetnya di parlemen. RUU Perampasan Aset terakhir kali diajukan pemerintah ke DPR, melalui Surat Presiden Nomor R-22/Pres/05/2023 pada Mei 2023. Namun hingga kini belum juga masuk dalam Prolegnas Prioritas 2025.

 

Komentar