Saksi Ungkap Grup Telegram Bernama “Hulk” untuk Input Situs Judol yang Bakal Diamankan

Saksi Ungkap Grup Telegram Bernama “Hulk” untuk Input Situs Judol yang Bakal Diamankan


Pengadilan Negeri Jakarta Selatan kembali menggelar sidang lanjutan kasus pengamanan situs judi online (judol Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Senin (23/6/2025). Sidang menghadirkan Muchlis sebagai saksi mahkota yang juga berstatus terdakwa dalam perkara tersebut.

Dalam persidangan, Muchlis mengaku tergabung dalam grup Telegram yang diberi nama “Hulk” untuk melaporkan terkait pengamanan situs-situs judol yang bakal diamankan agar tidak terblokir.

Mulanya, Jaksa menanyakan apakah ada alat-alat khusus yang digunakan untuk mengumpulkan daftar-daftar website judol yang akan diamankan.

“Tidak ada,” jawab Muchlis.

“Konvensional manual gitu aja, ya?,” tanya Jaksa lagi.

“Iya, tinggal copy forward aja, Pak,” jawab Muchlis.

Jaksa kemudian menanyakan kepada siapa Muchlis menyetorkan nama-nama website judol serta dari mana dirinya menerima nama website tersebut.

“Jadi ada dibuat Google Sheet. jadi saya inputnya ke situ, Pak,” jawab Muchlis.

Muchlis mengaku menerima daftar website itu melalui room chat biasa di grup. “Chat di grup pak,” katanya.

Muchlis mengaku hanya bertugas memasukkan nama-nama website itu ke Google Sheet. Menurutnya, setelah itu ada ‘orang’ Muhrijan yang akan melanjutkan proses tersebut.

“Tapi saya enggak tahu saat itu siapa orangnya, mereka yang bisa melihat juga, bisa melihat bersama-sama, gitu,” ucapnya.

“Jadi, yang memberikan website itu, yang ngasih nama-nama website itu, ya, kelompok saudara (Muhrijan) ini, ya?,” tanya Jaksa.

“Iya, betul, Pak,” jawab Muchlis.

Jaksa lalu menanyakan platform apa yang digunakan Muchlis untuk percakapan tersebut. “Di grup, di Telegram, Pak,” kata Muchlis.

“Oh, di grup Telegram, saudara bikin grup di Telegram untuk penjagaan, apa nama grupnya?,” tanya Jaksa.

“Kalau dengan waktu itu saya masuk ‘Hulk’ pak,” ujarnya.

Sebelumnya, diberitakan terdapat empat klaster dalam kasus yang melibatkan perlindungan situs judi online agar tidak terblokir oleh Kementerian Kominfo.

Klaster pertama adalah koordinator, dengan terdakwa Adhi Kismanto, Zulkarnaen Apriliantony alias Tony, Muhrijan alias Agus, dan Alwin Jabarti Kiemas.

Klaster kedua terdiri dari eks pegawai Kementerian Kominfo, yaitu Denden Imadudin Soleh, Fakhri Dzulfiqar, Riko Rasota Rahmada, Syamsul Arifin, Yudha Rahman Setiadi, Yoga Priyanka Sihombing, Reyga Radika, Muhammad Abindra Putra Tayip N, dan Radyka Prima Wicaksana.

Klaster ketiga melibatkan agen situs judi online, dengan terdakwa antara lain Muchlis, Deny Maryono, Harry Efendy, Helmi Fernando, Bernard alias Otoy, Budianto Salim, Bennihardi, dan Ferry alias William alias Acai.

Klaster keempat mencakup tindak pidana pencurian uang (TPPU) atau penampung hasil dari perlindungan situs judi online, dengan terdakwa Darmawati dan Adriana Angela Brigita yang baru terungkap.

Para terdakwa dari klaster pegawai dikenakan Pasal 27 ayat (2) jo.

Pasal 45 ayat (3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

 

Komentar