Sebelum Sidang Nikita Mirzani, BPOM Rilis Hasil Uji Lab Kosmetik Reza Gladys

Sebelum Sidang Nikita Mirzani, BPOM Rilis Hasil Uji Lab Kosmetik Reza Gladys


Sidang lanjutan Nikita Mirzani di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) pada Kamis (31/7/2025) mengungkap fakta mengejutkan.

Dokter Oky Pratama yang jadi saksi dalam persidangan kasus pencemaran nama baik serta pencucian uang itu menyebut bahwa produk skincare milik Reza Gladys tak terdaftar di Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

Mulanya, kuasa hukum Nikita, Fahmi Bachmid, bertanya kepada Oky Pratama mengenai legalitas produk Glafidsya Glowing Booster Cell.  Oky yang merupakan dokter kecantikan pun menyebut bahwa BPOM telah menyatakan produk milik Reza itu tak berizin.

“Produk itu ilegal dan berbahaya, dipastikan yang saya tahu, karena memang tidak ada izin BPOM-nya,” kata Oky dalam persidangan. Kesaksian Oky itu sontak membuat heboh seisi ruang sidang.

Namun sehari sebelumnya, Rabu (30/7/2025), BPOM tiba-tiba merilis daftar skincare berbahaya dan tidak terdaftar alias ilegal. Dimana salah satu skincare yang diblacklist tersebut, merupakan skincare milik Reza Gladys.

Pasalnya, dalam keterangan terbaru BPOM RI di Instagram resmi, produk bernama Glafidsya Glowing Booster Cell ilegal. “Glafidsya Glowing Booster Cell tidak terdaftar di BPOM,” tulis BPOM.

Kesaksian Oky Pratama dan pengumumam BPOM seakan membantah klaim Reza Gladys saat memberikan kesaksian di sidang Nikita.

Reza sebelumnya mengaku semua produk dan layanan di kliniknya telah sesuai regulasi dan izin pemerintah daerah setempat, serta Kementerian Kesehatan RI.

“Selama ini saya dicap menjual produk berbahaya. Faktanya, treatment tersebut legal, terdaftar, dan sudah dihentikan sejak sebelum kasus ini muncul. Tuduhan yang dibuat hanya untuk menggiring opini,” klaimnya dalam persidangan sebelumnya.

Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) BPOM dinilai bakal langsung menindaklanjuti melalui proses pro-justitia.

“Pelaku usaha yang memproduksi atau mengedarkan kosmetik yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan keamanan, kemanfaatan, dan mutu, dapat dikenakan sanksi pidana sebagaimana ketentuan Pasal 435 jo. Pasal 138 ayat (2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan dengan ancaman pidana penjara paling lama 12 tahun atau denda paling banyak 5 miliar rupiah,” beber Kepala BPOM RI Taruna Ikrar.

Komentar