Secara Kasat Mata Kerusakan Pulau Gag akibat Tambang Nikel Minor, Menteri LH akan Kaji Lebih Lanjut

Secara Kasat Mata Kerusakan Pulau Gag akibat Tambang Nikel Minor, Menteri LH akan Kaji Lebih Lanjut


Menteri Lingkungan Hidup (LH) Hanif Faisol Nurofiq mengatakan, kerusakan lingkungan akibat tambang yang digarap oleh PT Gag Nikel (PTGN) di Pulau Gag, Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya masuk kategori minor. Akan tetapi kondisi itu masih dalam koridor kasat mata, yang harus ditinjau lebih dalam lagi.

“Artinya bahwa tingkat pencemaran yang nampak oleh mata itu hampir tidak, tidak terlalu serius. Walaupun ada gejala, ketidaktahuannya lebih ke minor-minor saja, tetapi ini dari pandangan mata,” kata Hanif dalam keterangan pers di kawasan Jakarta, Minggu (8/6/2025).

Hanif menyebut pihaknya masih akan melakukan kajian lingkungan mendalam terkait dampak penambangan yang terjadi di Pulau Gag ini. Ia menjelaskan sedimentasi yang menutupi koral akan segera dilakukan langkah pemulihan.

“Jadi ini yang kemudian kita nanti perlu dalami lagi. Tetapi secara teknis, semua kaidah lingkungan yang dipersalahkan di dalam pertambangan nikel di Pulau Gaga oleh PTGN ini,” tuturnya.

Diketahui, ada empat perusahaan penambang nikel di Raja Ampat, mereka beroperasi di empat pulau, yakni Pulau Gag, Manuran, Kawei, dan Manyaifun. Keempatnya dilaprokan warga lantaran terindikasi merusak lingkungan.

Adapun keempat perusahaan itu, yakni PT GN yang beroperasi Pulau Gag, PT ASP di Pulau Manuran, PT KSM di Pulau Kawei, dan PT MRP di Pulau Manyaifun. Hanif menyebutkan, untuk PT GN, pihaknya akan meninjau ulang persetujuan lingkungan untuk perusahaan itu.

Hanif bilang, secara teknis PT GN telah memenuhi semua kaidah penambangan nikel yang dipersyaratkan. Namun demikian, katanya, ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan. Pertama, bahwa kegiatan pertambangan PT GN berada di pulau kecil sebagaimana dimaksudkan Undang-Undang nomor 1 tahun 2014 tentang perubahan Undang-Undang nomor 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

Kemudian yang kedua, terkait dengan pertahanan ekosistem Raja Ampat, di mana pihaknya juga mempertimbangkan sejumlah faktor seperti teknologi penanganan dan kemampuan rehabilitasi.

Ia melanjutkan, untuk PT ASP, pihaknya juga akan menindaklanjuti dengan meninjau kembali persetujuan lingkungannya serta melakukan penegakan hukum lingkungan hidup atas indikasi pencemaran dan kerusakan lingkungan. Temuan lapangan oleh pihaknya menunjukkan bahwa ada kolam settling pond yang jebol, sehingga terjadi sedimentasi yang tinggi dan air laut pun keruh.

Tindak lanjut yang sama, katanya, diberikan bagi PT KSM, yang melakukan kegiatan pada area seluas 5 hektare yang melebihi dari lokasi Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH).

Adapun untuk PT MRP, tindak lanjutnya berupa penghentian kegiatan eksplorasi yang dilakukan tanpa dokumen persetujuan lingkungan. Perusahaan itu, katanya, hanya memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP).

“Jadi karena kegiatannya belum dampaknya terlalu ini, kita hanya menghentikan saja karena belum ada aktivitas apa-apa di kegiatan MRP ini,” jelasnya.

Komentar