Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan tiga orang saksi dalam sidang perdana pemeriksaan saksi untuk Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (17/4/2025).
Jaksa Penuntut KPK, Muhammad Takdir Suhan, mengungkapkan ketiga saksi tersebut adalah mantan Ketua KPU Arief Budiman, mantan anggota Bawaslu Agustiani Tio Fridelina, dan mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan.
“Arief Budiman (Mantan Ketua KPU), Agustiani Tio Fridelina dan Wahyu Setiawan,” kata Takdir saat dikonfirmasi wartawan.
Ia menambahkan, ketiganya telah mengonfirmasi akan hadir dalam sidang yang digelar di ruang sidang Muhammad Hatta Ali.
“Sudah konfirmasi hadir mereka,” ucapnya.
Sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menolak eksepsi yang diajukan oleh Hasto Kristiyanto dalam perkara dugaan perintangan penyidikan dan suap terkait anggota DPR periode 2019–2024 di Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Dengan ditolaknya eksepsi tersebut, persidangan pun berlanjut ke tahap pembuktian atau pemeriksaan pokok perkara.
“Menyatakan keberatan (eksepsi) dari Penasehat Hukum Terdakwa dan Terdakwa Hasto Kristiyanto tidak dapat diterima,” kata Ketua Majelis Hakim Rios Rahmanto saat membacakan amar putusan sela dalam sidang, Jumat (11/4/2025).
Majelis Hakim menilai surat dakwaan yang disusun oleh Jaksa Penuntut Umum KPK telah memenuhi syarat formil dan materiil, yakni disusun secara cermat, jelas, dan lengkap.
Hakim Rios juga memerintahkan jaksa untuk melanjutkan perkara dengan menghadirkan sejumlah saksi dalam sidang berikutnya.
“Memerintah Penuntut Umum untuk melanjutkan Pemeriksaan Perkara 36/Pid.Sus-TPK/2025/PN Jkt Pst atas nama terdakwa Hasto Kristiyanto berdasarkan surat dakwaan penuntut umum di atas,” ujarnya.
Lebih lanjut, hakim menyatakan bahwa biaya perkara akan ditangguhkan hingga adanya putusan akhir.
Dalam perkara ini, Hasto didakwa melakukan tindak pidana korupsi berupa perintangan penyidikan sebagaimana diatur dalam Pasal 21 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, serta Pasal 65 Ayat (1) KUHP.
Jaksa menuduh Hasto memerintahkan Harun Masiku untuk menenggelamkan ponselnya saat operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada 2020, serta meminta Kusnadi untuk membuang ponselnya ketika Hasto diperiksa di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, pada Juni 2024 lalu.
Selain itu, Hasto juga didakwa terlibat dalam pemberian suap senilai Rp600 juta kepada mantan Komisioner KPU, Wahyu Setiawan. Suap tersebut diberikan secara bersama-sama oleh advokat PDIP Donny Tri Istiqomah, kader PDIP Saeful Bahri, dan Harun Masiku melalui mantan anggota Bawaslu, Agustiani Tio.
Menurut jaksa, suap itu diberikan agar Harun Masiku ditetapkan sebagai anggota DPR RI periode 2019–2024 melalui mekanisme pergantian antarwaktu (PAW).
Atas perbuatannya, Hasto didakwa melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, serta Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Dalam eksepsinya, Hasto mengklaim bahwa dirinya dijadikan tersangka oleh KPK setelah partainya memecat Presiden ke-7 RI, Joko Widodo, sebagai kader PDIP.
Ia juga menilai dakwaan jaksa merupakan daur ulang dari perkara yang telah berkekuatan hukum tetap dan sebelumnya menjerat Wahyu Setiawan, Agustiani Tio, serta Saeful Bahri.