Silfester Matutina Belum Juga Dieksekusi, Hilangnya Hak JK Diharap Jadi Pertimbangan Hukum

Silfester Matutina Belum Juga Dieksekusi, Hilangnya Hak JK Diharap Jadi Pertimbangan Hukum


Ketua Umum Solidaritas Merah Putih (Solmet) Silfester Matutina dikabarkan telah mengajukan permohonan peninjauan kembali (PK) atas vonis 1,5 tahun penjara atas kasus dugaan penyebaran fitnah terhadap mantan Wapres Jusuf Kalla (JK).

Namun pengajuan PK tersebut tidak dapat dijadikan alasan untuk ditundanya eksekusi menjebloskan orang dekat Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi) itu ke lembaga pemasyarakatan (lapas). Seperti yang dijelaskan Pakar Hukum Pidana Universitas Tarumanegara Herry Firmansyah.

“Pada prinsipnya eksekusi tetap dapat dilakukan meskipun ada permohonan PK, maka PK tidak menunda eksekusi termasuk dalam kasus Silfester. Mungkin dikecualikan dan kecil kemungkinan dalam kasus Silfester, yaitu ditemukannya novum atau bukti baru,sebagai negara yang berlandaskan hukum sesuai dengan bunyi pasal 1 ayat 3 uud 1945,” ujarnya kepada Inilah.com, Kamis (14/8/2025).

Ia menilai, dengan lambannya proses eksekusi terhadap Silfester maka akan membuat muruah penegakan hukum rusak, karena kasus semacam ini dianggap tidak berwibawa.

“Dan hilangnya hak dari korban yang mana dalam hal ini pak JK (Jusuf Kalla), perlu jadi bahan pertimbangan hukum untuk menunda atau pembiaran eksekusi oleh penegak hukum kepada Silfester,” tandasnya.

Secara terpisah, Kejaksaan Agung (Kejagung) juga memastikan bahwa pengajuan PK oleh Silfester Matutina tidak akan menghalangi proses eksekusi putusan pengadilan. Silfester Matutina resmi mengajukan permohonan PK ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, pada 5 Agustus 2025.

“Prinsipnya PK tidak menunda eksekusi,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Anang Supriatna, di Kejagung, Senin (11/8/2025).

Sebagai informasi, Silfester terseret kasus pencemaran nama baik terhadap Jusuf Kalla. Berdasarkan laman resmi Mahkamah Agung (MA), ia divonis 1 tahun 6 bulan dalam perkara pidana umum tahun 2019.

Putusan MA Nomor 287 K/Pid/2019 dibacakan pada 20 Mei 2019 oleh Majelis Hakim yang dipimpin H. Andi Abu Ayyub Saleh, dengan anggota H. Eddy Army dan Gazalba Saleh.

Dalam putusan tersebut, Silfester dijerat dakwaan primer Pasal 311 Ayat 1 KUHP dan dakwaan subsider Pasal 310 Ayat 1 KUHP.

Kasus ini berawal dari aksi demonstrasi yang digelar Silfester di depan Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin, 15 Mei 2017 silam. Ketika itu dalam orasinya, Silfester menuding Jusuf Kalla sebagai aktor di balik kemenangan Anies Baswedan-Sandiaga Uno dalam Pilkada DKI Jakarta, dengan menggunakan isu SARA.

Ia juga menuduh keluarga JK sebagai biang kemiskinan karena praktik korupsi dan nepotisme.

Namun, hingga kini Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan belum mengeksekusinya dengan memasukkan Silfester ke lembaga pemasyarakatan untuk menjalani pidana.
 

Komentar