Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) Iwan Setiawan menilai, pernyataan Wakil Ketua Komisi II DPR dari Fraksi Partai Golkar Zulfikar Arse Sadikin soal politisi sulit cari duit halal adalah fakta yang terjadi di bawah meja parlemen.
“Itu bukan asumsi, tapi beliau mengungkapkan fenomena dan kenyataan yang terjadi di DPR RI. Kalau boleh saya terjemahkan, beliau ingin mengatakan hampir di semua lini terjadi praktik koruptif, baik itu terkait program-program pemerintahan yang dibawa ke DPR RI dalam pembahasan UU, merealisasikan dana aspirasi, reses, dan lain-lain tak terlepas dari perilaku koruptif,” tutur Iwan kepada Inilah.com saat dihubungi di Jakarta, Rabu (13/8/2025).
Hal ini, lanjut dia, terbukti dengan banyaknya temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kepolisian dan Kejaksaan.
“Apalagi baru-baru ini terungkap dugaan korupsi berjamaah yang terjadi di Komisi XI DPR RI terkait dana CSR,” kata dia.
Akan tetapi, Iwan mengatakan, sejatinya kehidupan para anggota dewan sudah berkecukupan jika melihat gaji yang diterima cukup fantastis.
“Sebenarnya kalau mau cari dan ikhlas menerima uang yang halal, saya kira gaji dan tunjangan sebagai anggota DPR RI itu sudah lebih dari cukup,” ucap Iwan menambahkan.
Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi II DPR dari Fraksi Partai Golkar Zulfikar Arse Sadikin mengakui sulit mendapat uang halal sebagai politikus atau anggota DPR RI. Secara pribadi, ia mengaku dirinya tak selalu berterus terang kepada keluarga soal asal uang yang ia dapatkan.
“Jangankan di organisasi, di keluarga saja, saya pun ya enggak semuanya terus terang soal duit itu. Dari mana dapatnya gitu ya, yang penting istri sama anak tercukupi. Hanya kita bisa pastikan cara mendapatkannya itu berusaha betul halalan toyyiban,” ucap Arse dalam sebuah diskusi yang diselenggarakan ICW, Senin (11/8/2025).
“Walaupun itu sulit, sulit, sulit, sulit dalam mungkin kehidupan dunia, tapi ya kita tetap berusaha untuk tetap bertanggung jawab,” sambungnya.
Meski begitu, Arse menyebutkan perilaku korup tak hanya berlaku bagi politikus, melainkan terjadi di hampir semua sektor kehidupan. Dia mengaku banyak belajar sejak menjadi aktivis organisasi selama menjadi mahasiswa dan mendapati pertanggungjawaban keuangan yang tidak pernah beres. “Itu kita bawa sampai kita bekerja itu,” ungkapnya.
Sebagai anggota DPR dua periode, ia mengaku sebagian besar uang yang ia terima untuk mencalonkan diri, merupakan bantuan dari berbagai pihak. Bahkan, dirinya menyebut memiliki pinjaman yang harus ia kembalikan.
“Selama ini saya, terpilih dua periode ini dapat duitnya ini ya dapat bantuan, dari sana sini. Bahkan saya ada pinjaman yang harus saya kembalikan,” ungkapnya.
Oleh karena itu, ia mendukung usul penambahan sumber pendanaan partai politik dari masyarakat, selain dari negara maupun korporasi. Menurutnya, cara itu saat ini sudah dilakukan di sejumlah negara Eropa, seperti Italia, Jerman, Portugal, Swedia, Inggris hingga Australia.