Kasus sengketa utang yang melibatkan PT Asiana Senopati, perusahaan properti milik Loemongga Haoemasan, istri Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita, kini menjadi sorotan publik. Direktur Center for Budget Analysis (CBA) Uchok Sky Khadafi menilai polemik ini tak hanya sekadar persoalan perdata, tetapi juga dapat merusak citra pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.
Menurut Uchok, persoalan ini menunjukkan ketidakpatuhan hukum yang serius. “PT Asiana Senopati kebal hukum alias tidak patuh hukum di negara ini. Melalui bantuan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan juga tidak mempan,” ujar Uchok dalam keterangan tertulisnya yang dikutip Rabu (27/8/2025).
Ia menegaskan, figur publik yang memiliki rekam jejak seperti ini tidak pantas menduduki jabatan publik, apalagi sebagai istri seorang menteri. Uchok bahkan secara terbuka menyarankan Presiden Prabowo untuk mencopot Agus Gumiwang.
“Lebih baik Presiden Prabowo Subianto mencopot orang ini dari jabatan menteri karena hanya akan merusak citra presiden,” tegasnya.
Kronologi Sengketa dan Upaya Hukum
Sengketa ini bermula dari transaksi jual beli tanah di kawasan Senopati SCBD, Jakarta, yang merupakan milik Muhammad Marzuki. Tanah tersebut direncanakan untuk proyek apartemen Two Senopati. Namun, PT Asiana Senopati tidak kunjung melunasi pembayaran yang telah disepakati.
Selain itu, Marzuki juga menuntut pengembalian hak atas sejumlah unit apartemen yang ia beli dari perusahaan lain milik Loemongga di kawasan TB Simatupang, Jakarta Selatan. Lahan proyek tersebut ternyata dijual ke pihak lain tanpa sepengetahuan Marzuki.
Merasa haknya tak dipenuhi, Marzuki melalui kuasa hukumnya mengajukan permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) terhadap PT Asiana Senopati. Permohonan itu telah didaftarkan di Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Selasa (12/8/2025) dengan nomor perkara 237/Pdt.Sus-PKPU/2025/PN Niaga Jkt.Pst.
Upaya ini bukanlah yang pertama. Sebelumnya, sengketa ini sudah pernah mencapai titik terang melalui Putusan Perdamaian No. 880/PN Jaksel pada April 2024.
Dalam putusan tersebut, PT Asiana Senopati diwajibkan membayar total Rp76,96 miliar secara cicilan selama 36 bulan. Namun, perusahaan hanya membayar Rp2,5 miliar pada dua bulan pertama. Sisa utang sebesar Rp74,46 miliar belum dilunasi hingga kini, atau lebih dari setahun setelah jatuh tempo.
“Meski sudah dilakukan dialog, PT Asiana Senopati tetap menghindar dari kewajiban,” ujar kuasa hukum Marzuki. “PKPU ini adalah langkah terakhir untuk melindungi hak klien kami.”
Saat ini, pihak penggugat masih menantikan penetapan jadwal sidang pertama dari Pengadilan Niaga. Kasus ini menjadi sorotan karena melibatkan istri pejabat negara dan berpotensi memicu pertanyaan tentang integritas dan kepatuhan hukum di kalangan elit.
Publik kini menanti bagaimana akhir dari polemik yang tak hanya menyentuh aspek hukum, tetapi juga etika dan reputasi pejabat publik di Indonesia.