Wakil Ketua Umum (Waketum) Partai Golkar Ahmad Doli Kurnia menyatakan, selama setahujn belakangan ini sudah membentuk tim khusus yang mengkaji mengenai Undang-Undang (UU) Paket Politik, meliputi UU partai politik (parpol), UU Pemilu dan UU Pilkada. Terkhusus Pilkada, sudah ada dua opsi yang bisa ditawarkan.
“Khusus untuk pilkada ini, kita sekarang sedang mendalami dua opsi. Opsi yang pertama itu adalah dua-duanya, baik pemilihan gubernur maupun wali kota dan bupati itu dikembalikan ke DPRD,” ujar Doli di AMPI Media Center, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (31/7/2025).
Opsi kedua adalah pemilihan gubernur dikembalikan ke DPRD, sementara pemilihan bupati dan wali kotanya dilakukan secara asimetris, ada yang langsung dan tidak langsung.
“Kenapa kita mendorong supaya pemilihan gubernur itu kembali ke DPRD? Pertama posisi gubernur itu berbeda sebetulnya dengan bupati dan wali kota, karena heavy, titik sentral dari otonomi daerah kita itu kan ada di kabupaten kota,” ungkapnya.
Ia menilai gubernur merupakan perpanjangan tangan pemerintah pusat, yang nantinya kalau pemilihan dikembalikan ke DPRD, maka konsolidasi program yang menjembatani komunikasi antara pemerintah pusat dengan pemerintah di kabupaten kota lebih terjalin.
“Kenapa? Karena di dalam konstitusi kita di UUD 1945, jelas disebutkan pemilihan kepala daerah itu dilaksanakan secara demokratis, jadi tidak bisa ditunjuk gitu lho. Ya dia gubernur itu kepala daerah, jadi proses pemilihannya sesuai dengan konstitusi kita adalah secara demokratis, yang kita sudah punya pengalaman itu adalah melalui DPRD,” tuturnya.
Sementara, terkait pemilihan bupati dan wali kota secara asimetris, ada yang langsung dan tidak langsung, tergantung pada tiga hal. Pertama adalah tingkat literasi masyarakatnya, tingkat pendidikannya, terutama pendidikan politiknya.
“Kalau kemudian sebagian besar itu tingkat literasinya rendah, maka kita dorong untuk pemilihannya ke DPRD. Kemudian yang kedua kapasitas ekonominya, kapasitas fiskalnya. Kalau di daerah itu memang kapasitas ekonominya kecil atau rendah gitu, dan kemudian tingkat pendidikannya juga rendah, ini kan rawan mobilisasi gitu ya. Rawan terjadinya potensi praktik-praktik money politik dan sebagainya,” kata Doli.
“Ketiga dilihat dari tingkat kohesivitas masyarakatnya, rawan atau tidak dia dalam konflik sosial. Kalau rawan sebaiknya dikembalikan ke DPRD,” tandasnya.