Surat Terbuka Permohonan Perlindungan Hukum kepada Presiden Prabowo Subianto

Surat Terbuka Permohonan Perlindungan Hukum kepada Presiden Prabowo Subianto


Yang Terhormat Bapak Prabowo Subianto
Presiden Republik Indonesia

Hal: Surat terbuka permohonan perlindungan hukum bagi Ira Puspadewi, Muhammad Yusuf Hadi, dan Harry Muhammad Adhi Caksono mantan Direksi ASDP

Assalamu’alaikum warahmatullahi wa barakatuhu

Semoga Bapak Presiden senantiasa dalam lindungan Allah Tuhan Yang Maha Esa dalam memimpin Indonesia menjadi bangsa dan negara yang maju, adil, dan makmur bagi seluruh warganya sebagaimana yang menjadi cita-cita kemerdekaan tahun 1945.

Bertepatan dengan 80 tahun Republik Indonesia ini, izinkan kami selaku warga negara mengadukan kesewenangan hukum yang menimpa keluarga kami Ira Puspadewi, Muhamad Yusuf Hadi, dan Harry Muhammad Adhi Caksono. Mereka direksi PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) saat BUMN ini mengakuisisi PT Jembatan Nusantara (JN) di tahun 2022.

Sejak 10 Juli 2025 lalu ketiganya diadili di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, didakwa merugikan negara Rp1,253 triliun dari harga akuisisi Rp1,272 triliun. Padahal tidak ada uang sepeserpun yang mereka ambil. PPATK atau lembaga berwenang lain yang digandeng KPK juga tidak menemukan “aliran uang korupsi” karena mereka jelas-jelas tidak korupsi.

Tetapi hukum anti korupsi kita cacat menyimpang dari pengertian universal, Bapak Presiden. Semua orang memahami korupsi adalah mencuri uang kantornya sendiri apapun bentuknya. Begitu pula hukum di semua negara di dunia. Di sini hukum punya pengertian sendiri tentang korupsi. Bukan ‘perbuatan mencuri’ tapi ‘definisi merugikan negara’ yang disebut korupsi.

Maka Ira, Yusuf, dan Harry pun diadili dengan dakwaan korupsi. Bukan memperkaya diri sendiri, tapi memperkaya orang lain. Sebuah dakwaan yang sama sekali tidak masuk akal kami. Apakah ada orang di dunia ini yang rela mengorbankan diri sendiri demi memperkaya orang lain?

Angka kerugian negara lebih janggal lagi. Dari harga beli Rp1,272 triliun disebut rugi Rp1,253 triliun. Berarti perusahaan feri terbesar kedua nasional ini hanya dihargai Rp19 miliar. Satu kapal Safira Nusantara seberat 6.345 GRT saja bernilai Rp127 miliar. Padahal JN beraset 53 kapal beroperasi dan menyumbang pendapatan pada ASDP Rp1,8 triliun dalam tiga tahun.

Jika angka kerugian negara itu benar, berarti harga pembelian JN kemahalan 6.600 persen.  Apakah mungkin ada kemahalan 6.600 persen dalam nilai akuisisi ASDP terhadap JN? Sama sekali tidak. Kalkulasi kerugian negara itu jelas dusta atau kebohongan nyata. Untuk apa digunakan kalau bukan sengaja untuk menghancurkan orang yang diperkarakan.

Bapak Presiden yang Terhormat,

ASDP telah tumbuh menjadi salah satu BUMN paling progresif dan sehat dengan kepemimpinan efektif Ira. Pendapatan dan laba meningkat pesat setiap tahun. Dari laba Rp 318 miliar di tahun 2019 menjadi Rp637 miliar pada tahun 2023. Walaupun bukan BUMN besar, ASDP juga berhasil menjadi BUMN nonpublik penyumbang deviden terbesar ke-7 pada negara di tahun 2022.  

Layanan penyeberangan yang sering dipersepsikan kumuh dan tidak aman sudah tidak ada lagi. Transformasi telah mengubah wajah lama penyeberangan menjadi tertib, bersih, aman, dan menyenangkan. ASDP juga telah menuntaskan pengembangan kawasan waterfront di Labuhan Bajo sebagai titik pusat destinasi baru wisata dunia, serta membangun Bakauheni Harbour City.

Meskipun banyak yang telah dilakukan, masih ada masalah mendasar yang belum teratasi bertahun-tahun sejak ASDP berdiri tahun 1973. Yakni soal keberlangsungan pelayanan publik di daerah 3T (terdepan, terluar, dan tertinggal) yang masih rawan. ASDP satu-satunya perusahaan feri yang ditugasi negara melayani warga di daerah 3T tersebut.

Aktivitas serta pemenuhan kebutuhan warga di pulau-pulau terpencil banyak mengandalkan layanan feri ASDP. Gangguan pada layanan ini dapat membuat pemenuhan sembako bermasalah. Baik gangguan alam maupun operasi kapal di berbagai lintasan. Seperti yang terjadi baru-baru ini di Pulau Enggano yang terisolasi 4 bulan akibat pendangkalan pelabuhan.

Dari sekitar 300 lintasan ASDP, 70 persennya dialokasikan untuk layanan daerah 3T itu. Anggaran negara untuk layanan ini sedikit hingga defisit. Perlu disubsidi oleh ASDP dari hasil layanan komersial di 30 persen lintasan. Agar keberlangsungan layanan daerah 3T terpastikan, ASDP perlu menambah feri komersialnya lebih banyak lagi. Lalu bagaimana mewujudkannya?

Hal terpenting untuk menambah feri adalah izin operasinya. Kapal bisa saja dibeli meskipun mahal dan lama. Izin operasi feri sangat terbatas. Izin dibatasi Permenhub No 104 tahun 2017. Untuk menambah banyak feri perlu mengakuisisi perusahaan karena izin operasi melekat pada perusahaan, bukan pada kapal. Akuisisi juga akan langsung memberi pendapatan tunai.

Dalam teori dan praktik bisnis dunia, akuisisi serta merger disebut sebagai cara paling efektif untuk mengembangkan usaha. Korporasi akan tumbuh pesat secara anorganik dengan akuisisi. Maka seminar Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) dan Indonesia Strategic Management Society (ISMS) tanggal 7 November 2024 mendorong agar “BUMN berani melakukan akuisisi untuk mengembangkan usaha sepanjang ada kepastian hukum.”  

ASDP pun mengakuisisi atau membeli JN pada 22 Februari 2022. Keputusan diambil bersama seluruh direksi, mendapat rekomendasi Dewan Komisaris, dan disetujui Menteri BUMN selaku RUPS. Prosesnya didampingi Jamdatun dan BPKP, melibatkan tujuh konsultan dan KJPP resmi, serta memenuhi prinsip-prinsip good corporate governance (GCG). Akuisisi ini juga sudah diaudit BPK dengan hasil wajar seperti tertuang pada laporan 14 Maret 2023.  

Dengan akuisisi ini, feri komersial ASDP melonjak 70 persen dari 73 menjadi 126 kapal. Pangsa pasar naik menjadi 33,5 persen hingga ASDP kokoh sebagai pemimpin pasar. Keberlangsungan pelayanan publik di daerah 3T lebih teratasi. Selain itu ASDP juga menjadi perusahaan feri terbesar di dunia dalam jumlah kapal (220) dan lintasan (317). Tidak banyak BUMN yang berhasil menjadi perusahaan terbesar di dunia di bidangnya seperti ASDP.

Begitu penting akuisisi perusahaan ini bagi ASDP dan publik yang dilayani. Tetapi malah difitnah dan diperkarakan di KPK. Seolah-olah ASDP telah membeli kapal-kapal tua dengan harga mahal. Padahal menyoal usia kapal tidak relevan. Rerata usia feri Indonesia, termasuk kapal JN, 30-40 tahun. Kelayakan feri bukan bukan berdasar usia kapal, tapi status Laik Laut dan Laik Layarnya.  

Selain itu, setiap kapal juga diremajakan bagian-bagiannya saat docking tahunan. ASDP pun punya feri setengah abad yang tetap beroperasi baik. Dalam akuisisi ini ASDP juga bukan membeli kapal, tapi membeli bisnis feri yang langsung menghasilkan Rp 600 miliar per tahun. Harga Rp1,272 triliun pun hanya senilai dua kali pendapatan tahunan itu.

Tetapi hukum telah menjadi seperti mesin tanpa nurani penggilas siapapun yang dibidiknya. Sejak akhir masa kepemimpinan lama KPK, Ira, Yusuf, dan Harry telah ditersangkakan sebagai koruptor lalu ditahan. Foto-foto mereka yang diborgol dan memakai rompi oranye pun disebarkan lewat media. Lengkap dengan rekaan narasi menyudutkan.

Fakta tidak ada korupsi dalam akuisisi ini diabaikan. Jika benar ada korupsi, tentu ada perhitungan kerugian negara dari BPK atau BPKP sebagai lembaga berwenang. Ternyata BPK dan BPKP pun diabaikan. Disusun narasi dan kalkulasi sendiri agar tiga mantan direksi ASDP ini bersalah. Termasuk rekaan dusta kemahalan 6.600 persen yang ‘merugikan negara’ itu.

Sangat menyedihkan praktik hukum seperti itu terjadi di negara Pancasila ini. Negara tempat Tuhan dan nilai kemanusiaan semestinya dijunjung tinggi. Allah subhanahu wa ta’ala pun tidak lagi ditakuti oleh satu dua penyidik dan auditor yang tega merancang dusta demi prestasi diri. Selanjutnya, karena harus menjalankan tugas, semua seperti dipaksa mengikuti.

Bapak Presiden yang Terhormat,

Ira, Yusuf, dan Harry pekerja profesional yang telah bekerja keras berkontribusi membangun bangsa ini. Harry mahasiswa berprestasi utama Universitas Indonesia sebelum berkarir di Jababeka dan Angkasa Pura. Di korporasi swasta dan BUMN itu, ia andalan dalam perencanaan dan pengembangan usaha. Maka ia dijadikan contoh pengembangan talent muda BUMN.

Yusuf seorang Direksi ASDP yang meniti karir dari bawah, dari tenaga kontrak di Kupang, Nusa Tenggara Timur. Ia pembelajar yang kuat dan berpengalaman panjang bertugas di berbagai pelosok daerah. Membuat Yusuf sangat menguasai seluk beluk perferian dan dikenal sebagai ‘kamus berjalan’ dunia feri Indonesia.

Ira salah satu dari sedikit perempuan di puncak eksekutif BUMN hingga dianugerahi Kartini Award 2024. Ia merintis karir di lembaga nonprofit YLKI yang menempanya ketat dalam soal conflict of interest. Karir terlamanya di perusahaan multinasional yang berpusat di San Francisco yang memiliki merek GAP dan Banana Republic, dengan posisi terakhir Direktur Wilayah Asia.

Karir Ira terbuka lebar di luar negeri. Tapi ia memilih pulang ke Tanah Air saat diminta Menteri BUMN membenahi Sarinah yang sempat menjadi ikon kebanggaan Indonesia. Ira tergerak menumbuhkan standar dan budaya kerja global di lingkungan BUMN. Itu yang dilakukannya di PT Sarinah, PT Pos, hingga sukses memimpin transformasi ASDP.

Melalui ASDP Ira, Yusuf, dan Harry telah melakukan kerja besar untuk bangsa ini. Sama sekali tanpa suap, gratifikasi, atau apapun bentuk korupsi. Sampai Hakim Ketua pengadil mereka pun bertanya pada seorang saksi beberapa kali, “Jadi apa sebenarnya persoalannya sehingga perkara ini bisa sampai di sini (pengadilan ini)?”

Mereka semestinya memang bukan diadili, tetapi diapresiasi. Indonesia perlu sangat banyak profesional seperti mereka untuk dapat menjadi negara maju. Tetapi tidak jarang hukum malah menjadi penjegal para profesional ini. Tidak jarang hukum malah perlu dikoreksi, seperti yang Bapak Presiden lakukan melalui abolisi dan amnesti baru-baru ini.

Maka di kesempatan ini perkenankan kami memohon Bapak Presiden membantu memberi perlindungan hukum pada Ira Puspadewi, Muhammad Yusuf Hadi, dan Harry Muhammad Adhi Caksono. Hidup mereka serta kami keluarganya telah dirusak. Baik secara sosial, ekonomi, apalagi mental. Padahal mereka bertiga tidak berbuat kejahatan apapun. Mohon bantu mereka dapat menghirup udara merdeka pada 10 windu Republik Indonesia yang tercinta ini.

Akhirnya hanya terima kasih yang dapat kami haturkan atas perhatian Bapak Presiden. Gusti Allah-lah yang akan membalas dengan memberkahi panjenengan.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wa barakatuhu

Jakarta, 14 Agustus 2025

Zaim Uchrowi
Wakil keluarga Ira Puspadewi, Muhammad Yusuf Hadi, dan Harry Muhammad Adhi Caksono

Komentar