Ketika banyak negara dibayang-bayangi krisis ekonomi, Indonesia justru mampu mencatatkan surplus neraca perdagangan. Bahkan selama 59 bulan berturut-turut. Luar biasa.
Pada Maret 2025, menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), nilai surplusnya US$4,33 miliar, atau naik ketimbang Februari 2025 sebesar US$3,10 miliar. Ini surplus ke59 sejak mei 2020. Pertanda, kinerja Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso, bukan kaleng-kaleng.
“Sepakat. Kinerja Mendag Budi sudah cukup oke. Nilai ekspor kita unggul ketimbang impornya. Yang lebih sulit itu bagaimana menjaga surplus neraca perdagangan ini. Tapi saya yakin, Mendag Budi mampu,” kata ekonom, Zulfikar Dachlan, Jakarta, Jumat (23/5/2025).
Asal tahu saja, surplus neraca perdagangan ini, jelas pertanda baik. bahwa nilai ekspor produk buatan Indonesia lebih gede ketimbang impor. Di mana, nilai ekspor Indonesia pada Maret 2025, tercatat US$23,25 miliar. Atau naik 5,95 persen secara bulanan atau month to month (mtm).
Sementara, nilai impor Indonesia mencapai US$18,2 miliar, atau naik 0,38 persen secara bulanan. Alhasil, lebih besar ekspor ketimbang impor, menandakan industri bergerak, perekonomian jalan.
“Saya kira, Pak Mendag sudah waktunya memperjuangkan adanya insentif untuk eksportir. Khususnya yang UMKM. Dan itu sudah dilakukan Vietnam. Saya yakin, dampaknya akan dahsyat untuk perekonomian Indonesia,” lanjut Zulfikar.
Zulfikar menyebut, kepedulian Mendag Budi dalam memajukan UMKM, layak diapresiasi. Lewat program business matching yang digagas Mendag Budi, pelaku UMKM bisa langsung berhubungan dengan Atase Perdagangan dari 33 negara. Konsep ini membuat ekspor UMKM melaju kencang.
Hanya dalam empat bulan (Januari-April), produk UMKM asal Indonesia masuk pasar global. Nilainya mencapai US$57,61 juta. Dengan kurs Rp16.500/US$, setara Rp950 miliar. Atau nyaris Rp1 triliun.
Saat ini, produk UMKM Indonesia banyak dilirik konsumen dari Asia Tenggara, yakni Hong Kong, Malaysia, dan Taiwan. “Saya yakin, angkanya akan terus naik. Beliau fokus bekerja,” kata Zulfikar.
Masalah muncul ketika perekonomian di banyak negara, sedang tidak baik-baik saja. Makin rumit setelah Presiden AS Donald Trump, menerbitkan aturan tarif resiprokal yang memberatkan. Mewujudkan surplus atas neraca perdagangan, tidak lagi semudah membalik tangan.
Untuk menjaga ekspor tetap tinggi, upaya membuka pasar baru menjadi wajib. Tidak bisa lagi hanya mengandalkan pasar ekspor yang sudah terjalin lama.
“Saat ini, kita memiliki 19 perjanjian kerja sama perdagangan yang sudah implementasi, sebanyak 10 perjanjian dalam proses ratifikasi, serta 16 perjanjian dalam proses perundingan. Semua dilakukan untuk membuka pasar seluasnya untuk produk Indonesia,” papar Zulfikar.
Mendag Budi, menurut Zulfikar, tak hanya piawai dalam menjaga pasar di luar negeri. Komitmen untuk melindungi UMKM dan industri kecil dari serbuan produk impor ilegal, gencar dilakukan.
Tentu saja, langkah ini melibatkan sejumlah pihak, khususnya Direktorat Jenderal Bea Cukai. “Dengan dilantiknya Dirjen Bea Cukai yang baru, semakin meyakinkan pasar dalam negeri steril dari produk impor ilegal,” imbuhnya.