Selama ini, banyak kalangan melontarkan pandangan miring terhadap program Makan Bergizi Gratis (MBG) dan Badan Pengelola Investasi Daya Nagata Nusantara (BPI Danantara). Karena dianggap memberatkan anggaran. Benarkah?
Organisation for Economic Cooperation and Development (OECD) justru melihat, program MBG dan BPI Danantara kedua program original dari Presiden Prabowo Subianto itu, menjelaskan duduk perkaranya.
Organisasi dunia beranggotakan 38 negara yang berkomitmen kepada penegakan demokrasi dan ekonomi pasar, menilai baik program MBG maupun BPI Danantara, tidak membebani APBN. Sehingga, kebijakan fiskal pemerintah pada saat ini, masih cukup netral.
“Kebijakan fiskal diproyeksikan akan bersifat netral pada 2025, karena peningkatan belanja pada program makanan gratis, dan tambahan investasi publik melalui lembaga pengelola kekayaan negara baru (BPI Danantara) akan dibiayai oleh pemotongan belanja di pos lain,” tulis OECD, dikutip Rabu (4/6/2025).
Menurut OECD, transfer penerimaan negara berbentuk dividen BUMN ke BPI Danantara, merupakan pengeluaran investasi publik baru pada 2025.
Selain itu, OECD menilai, percepatan pencairan transfer kekayaan ke BPI Danantara dalam jangka pendek, diselenggarakan secara transparans dan akuntabel akan mendukung pertumbuhan ekonomi pada tahun ini.
Langkah ini dinilai tepat di tengah meningkatnya ketidakpastian tentang prospek pertumbuhan.
“Seiring dengan kondisi keuangan yang berangsur-angsur membaik, inflasi tetap dalam kisaran target bank sentral, dan pengeluaran investasi publik dari sovereign wealth fund baru (BPI Danantara) meningkat, permintaan domestik diperkirakan akan meningkat secara bertahap selama paruh kedua tahun 2025 dan 2026,” ungkap OECD.
Pihak OECD menilai, menangani kekurangan gizi pada bayi melalui program MBG, akan memperkuat kesehatan masyarakat. Peningkatan target program MBG kepada rumah tangga rentan, efektif untuk memastikan dana dibelanjakan secara efisien.
Namun demikian, OECD memberikan sejumlah catatan khusus terkait pajak dan fiskal Indonesia. Di mana. reformasi untuk mengurangi aktivitas ilegal yang menyalahi hukum, atau aturan penting untuk diimplementasikan.
Bertujuan untuk memperluas basis pajak serta menciptakan ruang fiskal bagi perluasan investasi publik. Termasuk pembangunan infrastruktur transportasi dan energi bersih, serta belanja kesehatan dan pendidikan. OECD juga menyoroti cuti hamil dan jumlah angkatan kerja perempuan di Indonesia dalam laporannya ini.
“Mengalihkan pendanaan cuti hamil dari pengusaha ke asuransi sosial, khususnya untuk perusahaan kecil dan perempuan wiraswasta, akan membantu meningkatkan partisipasi angkatan kerja perempuan,” tulis OECD.
Dalam laporan ini, OECD menyatakan bahwa Indonesia secara resmi telah menyerahkan dokumen penting aksesi, yakni Initial Memorandum (IM).
Dokumen ini diserahkan langsung Menko Perekonomian Airlangga Hartarto kepada Sekretaris Jenderal OECD Mathias Cormann dalam pertemuan bilateral disela-sela Pertemuan Tingkat Menteri (PTM) Dewan OECD 2025 yang berlangsung di Paris, Prancis, Selasa (3/6/2025).
IM merupakan dokumen kunci dalam proses aksesi OECD yang memuat asesmen menyeluruh terhadap regulasi dan standar nasional Indonesia terhadap regulasi dan standar OECD.
Penyerahan dokumen ini menjadi bukti komitmen kuat Indonesia dalam proses aksesi OECD sebagaimana telah menjadi bagian dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029. Momen ini melanjutkan capaian positif di kawasan, di mana Indonesia tidak hanya menjadi negara aksesi pertama Asia Tenggara, tetapi juga yang pertama sampaikan IM.