Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyoroti bebas bersyarat yang diperoleh mantan Ketua DPR RI, Setya Novanto (Setnov), dalam kasus korupsi proyek e-KTP.
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menegaskan kasus e-KTP merupakan kejahatan yang sangat serius karena dampaknya dirasakan langsung hampir seluruh masyarakat Indonesia.
“Karena tidak hanya besarnya nilai kerugian negara, tapi juga secara massif mendegradasi kualitas pelayanan publik,” kata Budi ketika dihubungi Inilah.com, Minggu (17/8/2025).
Budi mengingatkan, bebas bersyarat yang diterima Setnov kembali membuka memori bangsa terhadap salah satu “sejarah buruk” terbesar dalam pemberantasan korupsi.
Maka dari itu, ia menekankan kasus korupsi besar seperti e-KTP harus menjadi pelajaran berharga agar generasi berikutnya tidak lagi mengulang kesalahan yang sama.
“Namun, kejahatan korupsi selalu menjadi pengingat sekaligus pembelajaran untuk generasi berikutnya, agar sejarah buruk itu tidak kembali terulang,” ujarnya.
Budi juga mengaitkan semangat pemberantasan korupsi dengan tagline HUT ke-80 Kemerdekaan RI. Menurutnya, pemberantasan korupsi bukan hanya tugas KPK, melainkan tanggung jawab seluruh elemen masyarakat.
“Sebagaimana tagline HUT RI ke-80, ‘Bersatu, Berdaulat, Rakyat Sejahtera, Indonesia Maju’, demikian halnya dalam upaya pemberantasan korupsi, baik melalui upaya pendidikan, pencegahan, maupun penindakan. Butuh persatuan dan kedaulatan seluruh elemen masyarakat, untuk melawan korupsi, demi perwujudan cita-cita dan tujuan bangsa,” tegas Budi.
Sebelumnya, Setnov dikabarkan bebas bersyarat dari Lapas Sukamiskin, Jawa Barat, pada Sabtu (16/8/2025). Kabar tersebut dibenarkan Kepala Kanwil Ditjen Pemasyarakatan Jawa Barat, Kusnali.
“Betul. Pak Setnov bebas bersyarat,” kata Kusnali di Jakarta, Minggu (17/8/2025).
Ia menjelaskan, pembebasan bersyarat itu diberikan setelah adanya putusan peninjauan kembali (PK). Meski bebas, Setnov tetap dikenakan wajib lapor ke Balai Pemasyarakatan (Bapas).
“Karena beliau setelah dikabulkan peninjauan kembali, 15 tahun menjadi 12 tahun 6 bulan. Dihitung dua pertiganya itu dapat pembebasan bersyarat pada 16 Agustus 2025,” ujarnya.
Sebagai catatan, Setnov merupakan terpidana kasus korupsi pengadaan e-KTP yang merugikan negara Rp2,3 triliun. Pada 2018, ia divonis 15 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider tiga bulan kurungan. Selain itu, ia diwajibkan membayar uang pengganti USD 7,3 juta dikurangi Rp5 miliar yang telah dititipkan ke KPK, subsider dua tahun penjara. Novanto juga dijatuhi hukuman tambahan berupa pencabutan hak politik selama lima tahun setelah menjalani masa pidana.
Namun, pada Juli 2025, Mahkamah Agung mengabulkan PK Novanto. Hukuman penjara dipotong dari 15 tahun menjadi 12 tahun 6 bulan. Hakim PK juga mengurangi pidana tambahan berupa pencabutan hak menduduki jabatan publik dari lima tahun menjadi 2,5 tahun setelah masa pidana berakhir. Putusan PK itu diketok majelis hakim yang diketuai Hakim Agung Surya Jaya dengan anggota Sinintha Yuliansih Sibarani dan Sigid Triyono pada 4 Juni 2025.