Tarif Resiprokal 19 Persen Rugikan RI, PEPS: Ciptakan Masalah Ekonomi Serius di Masa Depan

Tarif Resiprokal 19 Persen Rugikan RI, PEPS: Ciptakan Masalah Ekonomi Serius di Masa Depan

Iwan Medium.jpeg

Minggu, 27 Juli 2025 – 16:01 WIB

Ilustrasi. (Foto: istock)

Ilustrasi. (Foto: istock)

Berita Terkini, Eksklusif di WhatsApp Inilah.com

+ Gabung

Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS), Anthony Budiyawan menilai, pemberlakuan tarif resiprokal 19 persen oleh pemerintah Amerika Serikat (AS) kepada seluruh produk Indonesia, masih sangat tinggi. Layak ditolak karena bakal menimbulkan masalah baru di kemudian hari.

Kebijakan perdagangan yang ditetapkan Presiden AS Donald Trump itu, menurut Anthony, layak dicurigai sebagai alat politik untuk menekan Indonesia.

“Hasil negosiasi bilateral memperkuat pandangan tersebut. Kesepakatan perdagangan yang disetujui pada pertengahan Juli ini sangat berat sebelah dan sangat merugikan Indonesia. Alasannya sebagai berikut,” ungkap Anthony, Jakarta, Minggu (27/7/2025).

Pertama, Indonesia wajib membeli berbagai macam produk Amerika, antara lain, produk energi senilai 15 miliar dolar AS, komoditas pertanian dan peternakan senilai 4,5 miliar dolar AS, dan 50 pesawat Boeing.

“Kedua, Indonesia wajib menghapus semua hambatan non-tarif dan membuka pasar domestik sepenuhnya kepada produk AS,” kata Anthony.

Ketiga, lanjutnya, Indonesia mengenakan tarif impor nol persen bagi semua produk Amerika yang masuk ke Indonesia. Sebaliknya, AS mengenakan tarif impor 19 persen kepada semua produk Indonesia yang masuk ke pasar Amerika.

“Kesepakatan perdagangan yang timpang ini, akan menimbulkan permasalahan serius. Tidak hanya bagi perekonomian Indonesia, tetapi juga bagi hubungan luar negeri Indonesia dengan negara-negara lain,” bebernya.

Dikatakan, pengenaan tarif impor nol persen untuk semua produk AS, menjadi ancaman serius bagi ekonomi Indonesia. Terutama sektor pertanian dan peternakan, karena daya saing sektor-sektor tersebut sangat lemah dibandingkan produk AS.

Sebagai contoh, jagung untuk pakan ternak diperkirakan akan terpukul berat. Harga jagung AS jauh lebih murah ketimbang jagung lokal. Harga jagung AS lebih murah 25 hingga 40 persen ketimbang jagung dalam negeri.

“Jika tarif impor dari jagung AS, nol, bisa dipastikan banyak petani jagung di Indonesia tidak mampu bersaing dan akan bangkrut. Jangan bicara lagi ketahanan pangan nasional,” imbuhnya.

Anthony pun mengungkap keruntuhan sektor gula setelah liberalisasi produk pertanian pasca krisis moneter 1998. Di bawah tekanan IMF, Indonesia dipaksa membuka pasar domestiknya untuk sembilan bahan pokok, kecuali beras.

Akibatnya, Indonesia saat ini menjadi salah satu importir gula terbesar di dunia, bersama dengan China. Karena, pertanian tebu Indonesia tidak efisien dan tidak bisa bersaing dengan produk gula impor.

“Kesepakatan tarif baru ini, diperkirakan akan membuat ekspor Indonesia ke AS malah turun. Sementara impor AS ke Indonesia, meningkat. Ujung-ujungnya, defisit neraca perdagangan AS dengan Indonesia, turun tajam. Itu sesuai keinginan AS,” imbuhnya.

Selain itu, kata Anthony, kesepakatan tarif antara AS dan Indonesia dipandang tidak adil dan setara. Kondisi ini, tidak hanya merugikan Indonesia, tetapi juga merugikan negara lain, karena mendapat perlakuan berbeda dengan AS. Karena itu tadi, produk AS masuk ke Indonesia, tarifnya nol persen. Sedangkan negara lain dikenai tarif normal.

“Ingat, selain mengimpor jagung dari AS, Indonesia juga mendatangkan jagung dari Argentina, Brasil, India, Thailand, dan beberapa negara lainnya. Pembebasan tarif impor eksklusif untuk AS, memicu negara lain mendapatkan perlakuan sama,” imbuhnya.

Topik
Komentar

Komentar