Telisik Kasus LPEI, Politikus PDIP Dicecar KPK terkait Pencabutan IUP PT SMJL

Telisik Kasus LPEI, Politikus PDIP Dicecar KPK terkait Pencabutan IUP PT SMJL


Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa mantan Bupati Kapuas periode 2008–2013, Muhamad Mawardi (MW), yang juga merupakan politikus PDIP, terkait pencabutan Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Sakti Mait Jaya Langit (SMJL) sejak 2010 namun perusahaan tersebut tetap bisa beroperasi.

Materi serupa juga ditanyakan penyidik KPK kepada Harry Soetrisno (HS), ASN yang menjabat Kepala Bidang Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP), dan Tedi Rakhmat Taji (TR), Koordinator Legal PT SMJL.

“Saksi MW, HS, dan TR didalami terkait IUP PT SMJL yang dicabut sejak 2010 namun tetap bisa beroperasi,” kata Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, dalam keterangan tertulis kepada wartawan, Minggu (11/5/2025).

Sementara itu, Djoko Tri Astoto (DT), karyawan swasta dari BJU Group, diperiksa terkait aliran dana dari Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI). Para saksi merampungkan pemeriksaan Penyidik KPK, Kamis (8/5/2025) kemarin.

“Saksi DJT didalami terkait aliran dana yang diperoleh dari LPEI,” ucap Budi.

Sebelumnya, KPK telah mendalami dugaan pencairan kredit fiktif yang dilakukan LPEI kepada PT SMJL. Untuk mengusut lebih lanjut proses persetujuan pencairan dana bermasalah tersebut, penyidik telah memeriksa dua mantan pejabat LPEI, yakni mantan Direktur Eksekutif LPEI, Ngalim Sawego, dan mantan Direktur Pelaksana IV periode 2014–2018, Arif Setiawan, pada Selasa (22/4/2025).

“Keduanya hadir. Didalami terkait dengan proses persetujuan pembiayaan kepada PT SMJL,” kata Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika, dalam keterangan tertulis kepada wartawan, Rabu (23/4/2025).

Sebelumnya, penyidik juga memeriksa Hendarto, pemilik BJU Group sekaligus mantan Komisaris Utama PT SMJL, serta Kukuh Wirawan, mantan Kepala Divisi Pembiayaan I LPEI. Pemeriksaan dilakukan pada Senin (20/1/2025) untuk mendalami proses penerimaan dan pemberian kredit.

“Saksi semua hadir. Saksi 1 (Kukuh) dan 2 (Hendarto) didalami terkait dengan penerimaan dan pemberian uang terkait pengajuan fasilitas kredit oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI),” jelas Tessa.

Sejauh ini, KPK telah menetapkan tiga tersangka dari pihak PT Petro Energy (PE), yakni Presiden Direktur PT Caturkarsa Megatunggal sekaligus Komisaris Utama PT PE, Jimmy Masrin (JM); Direktur Keuangan PT PE, Susy Mira Dewi Sugiarta (SMD); dan Direktur Utama PT PE, Newin Nugroho (NN). Ketiganya telah ditahan sejak Maret 2025.

Sementara itu, dua tersangka dari LPEI—Direktur Pelaksana I, Dwi Wahyudi (DW), dan Direktur Pelaksana IV, Arif Setiawan (AS)—hingga kini belum ditahan.

Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu, mengungkapkan bahwa dalam konstruksi perkara ini terdapat dugaan konflik kepentingan antara direksi LPEI dan debitur PT PE. Sejak awal, diduga telah terjadi kesepakatan yang mempermudah proses pemberian kredit.

Pihak direksi LPEI juga disebut tidak menjalankan fungsi pengawasan terhadap penggunaan dana kredit sesuai ketentuan Manajemen Aset dan Piutang (MAP). Bahkan, mereka diduga memerintahkan bawahannya untuk tetap mencairkan kredit meski tidak layak diberikan.

PT PE juga diduga memalsukan dokumen purchase order dan invoice sebagai dasar pencairan kredit yang tidak sesuai dengan kondisi sebenarnya. Selain itu, perusahaan tersebut melakukan manipulasi (window dressing) terhadap laporan keuangan.

Dana kredit yang diterima PT PE tidak digunakan sebagaimana mestinya, dan menyimpang dari tujuan serta peruntukan yang telah disepakati dalam perjanjian dengan LPEI.

KPK mencatat bahwa pemberian fasilitas kredit fiktif oleh LPEI kepada PT PE telah menyebabkan kerugian keuangan negara sebesar Rp846.956.205.027 (Rp846,9 miliar).

Selain PT PE, terdapat 10 debitur lainnya yang juga diduga terlibat dalam skema kredit fiktif. Namun hingga kini, mereka belum ditetapkan sebagai tersangka. Total kerugian negara akibat kasus kredit fiktif yang melibatkan 11 debitur tersebut diperkirakan mencapai Rp11,7 triliun.
 

Komentar