Terjerat Kasus Chromebook, Kejagung Jadikan Ibrahim Arief Tahanan Kota karena Sakit Jantung Kronis

Terjerat Kasus Chromebook, Kejagung Jadikan Ibrahim Arief Tahanan Kota karena Sakit Jantung Kronis

Rizki Medium.jpeg

Rabu, 16 Juli 2025 – 09:31 WIB

Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar. (Foto: Antara)

Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar. (Foto: Antara)

Berita Terkini, Eksklusif di WhatsApp Inilah.com

+ Gabung

Penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung menetapkan mantan Konsultan Teknologi di Warung Teknologi Kemendikbudristek, Ibrahim Arief (IBAM), sebagai tahanan kota. Status ini diberikan lantaran kondisi kesehatannya yang mengalami gangguan jantung kronis.

“Bersangkutan dilakukan penahanan kota karena berdasarkan hasil pemeriksaan dokter, yang bersangkutan mengalami gangguan jantung yang sangat kronis. Sehingga berdasarkan rapat penyidik, yang bersangkutan tetap bisa dilakukan penahanan untuk tahanan kota,” kata Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar, kepada awak media di depan Gedung Bundar Jampidsus, Jakarta Selatan, Selasa (15/7/2025).

Sementara itu, dua tersangka lainnya, yakni Sri Wahyuningsih (SW) mantan Direktur Sekolah Dasar Ditjen PAUD, Dikdas, dan Dikmen Kemendikbudristek sekaligus Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) Direktorat SD Tahun Anggaran 2020–2021 dan Mulyatsyah (MUL) mantan Direktur Sekolah Menengah Pertama sekaligus KPA Direktorat SMP pada tahun anggaran yang sama ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) Salemba cabang Kejaksaan Agung.

Keduanya akan menjalani masa penahanan selama 20 hari, terhitung sejak 15 Juli hingga 3 Agustus 2025, untuk kepentingan penyidikan.

“Dilakukan penahanan rutan di Rutan Salemba cabang Kejaksaan Agung untuk 20 hari ke depan,” ujar Qohar.

Adapun satu tersangka lainnya, yakni eks Staf Khusus Mendikbudristek Nadiem Makarim, Jurist Tan belum ditahan karena masih berada di luar negeri.

“Kita tahu diumumkan tersangka baru tiga. Masih ada satu lagi yang masih di luar negeri,” ucap Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar.

Harli juga meralat pernyataan Abdul Qohar yang sebelumnya menyebut Jurist Tan masuk dalam daftar pencarian orang (DPO). Ia menegaskan bahwa status Jurist Tan saat ini masih sebatas pencekalan.

Korupsi Chromebook

Dalam konstruksi perkara, keterlibatan Nadiem Makarim bermula sebelum dilantik sebagai Menteri Mendikbudristek. Pada Agustus 2019, bersama Jurist Tan dan FN (Fiona Handayani), Nadiem membentuk grup WhatsApp bernama Mas Menteri Core Team yang merancang program digitalisasi pendidikan berbasis ChromeOS.

Setelah resmi menjabat pada Oktober 2019, Nadiem memerintahkan Jurist Tan untuk menindaklanjuti proyek tersebut. Jurist Tan kemudian menjalin komunikasi dengan perwakilan Google, yaitu WKM dan PRA, dan membahas skema co-investment sebesar 30 persen dari pihak Google dengan syarat seluruh pengadaan TIK menggunakan ChromeOS.

Jurist Tan menunjuk Ibrahim Arief sebagai konsultan teknologi di Warung Teknologi Kemendikbudristek, yang sejak awal mendorong tim teknis untuk mengarah pada produk milik Google. Ibrahim bahkan menolak hasil kajian teknis pertama karena belum mencantumkan ChromeOS, lalu menyusun ulang kajian kedua yang kemudian dijadikan dasar resmi pengadaan.

Pada April 2020, Nadiem, Jurist Tan, dan Ibrahim Arief bertemu langsung dengan pihak Google untuk menyusun strategi penggunaan produk seperti Chromebook dan Workspace. Kajian teknis tersebut disusun sedemikian rupa agar tampak ilmiah, padahal telah diarahkan sejak awal.

Dalam pelaksanaannya, Sri Wahyuningsih dan Mulyatsyah sebagai KPA jenjang SD dan SMP mengarahkan pengadaan TIK kepada vendor tertentu. Salah satunya adalah PT Bhinneka Mentari Dimensi, yang dilibatkan langsung dalam proses pemesanan unit Chromebook pada malam hari, 30 Juni 2020, di Hotel Arosa, Bintaro.

Kedua pejabat itu memerintahkan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) agar segera mengeksekusi pesanan sesuai arahan menteri. Selain itu, mereka menyusun petunjuk pelaksanaan yang mengunci spesifikasi hanya pada produk berbasis ChromeOS serta menetapkan paket harga per sekolah sebesar Rp88,25 juta untuk 15 laptop dan satu konektor.

Akibat rekayasa sistemik tersebut, Kejaksaan mencatat kerugian negara mencapai Rp1,98 triliun, terdiri dari mark-up harga laptop sebesar Rp1,5 triliun dan software Chrome Device Management (CDM) senilai Rp480 miliar. Sebanyak 1,2 juta unit Chromebook yang diadakan tidak optimal digunakan di lapangan, terutama di wilayah 3T (Terdepan, Terluar, Tertinggal), akibat keterbatasan sistem operasi ChromeOS.

Keempat tersangka dijerat dengan Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Topik
Komentar

Komentar