Terlanjur Habiskan Anggaran Rp115 Triliun, Moratorium NasDem Bikin Mangkrak Proyek IKN

Terlanjur Habiskan Anggaran Rp115 Triliun, Moratorium NasDem Bikin Mangkrak Proyek IKN

Iwan Medium.jpeg

Sabtu, 26 Juli 2025 – 18:58 WIB

Sejumlah alat berat konstruksi di sekitaran Istana Garuda IKN, Kalimantan Timur, pada Rabu (14/8/2024). (Foto: Inilah.com/Rizki Aslendra).

Berita Terkini, Eksklusif di WhatsApp Inilah.com

+ Gabung

Seretnya keuangan negara memang berdampak ke mana-mana, termasuk nasib megaproyek Ibu Kota Nusantara (IKN), Kalimantan Timur (Kaltim) senilai Rp466 triliun.

Wakil Ketua DPR asal partai NasDem, Saan Mustopa melontarkan wacana moratorium pembangunan IKN, Kaltim. Di tengah ketidakjelasan nasib IKN, karena belum adanya ditekennya peraturan presiden (perpres) tentang IKN.

Saan berpendapat, pemerintah seharusnya segera memutuskan pemindahan IKN dari Jakarta ke IKN, lewat penerbitan peraturan presiden (perpres).

“Pemerintah segera melakukan moratorium sementara sembari menyesuaikan pembangunan IKN dengan kemampuan fiskal dan prioritas nasional,” kata Wakil Ketua Umum (Wakeum) Partai Nasdem itu, di Kantor DPP NasDem, Jakarta, dikutip Sabtu (26/7/2025).

Saan mengusulkan, opsi mengubah IKN menjadi ibu kota provinsi Kalimantan Timur. Hal ini bisa menghentikan polemik status IKN sekaligus memastikan infrastruktur yang sudah terbangun dimanfaatkan dengan baik.

Saran lainnya adalah memindahkan pemerintahan segera secara bertahap. Dia mengusulkan wakil presiden dan beberapa kementerian segera berkantor permanen di IKN.

Usulan itu bergulir di parlemen dengan pro dan kontra. Wakil Ketua Komisi II Bahtra Banong menyebut usulan Saan akan dibahas lebih lanjut.

“Soal apakah perlu dimoratorium atau tidak, nanti kami akan melakukan kajian yang lebih mendalam,” ucap Bahtra di DPR, Jakarta, Selasa (22/7/2025).

Kepala Pusat Industri, Perdagangan, dan Investasi INDEF, Andry Satrio Nugroho mewanti-wanti moratorium pembangunan IKN bisa menimbulkan sejumlah risiko bila tidak dilakukan hati-hati.

Dia mengingatkan, proyek IKN telah menelan anggaran cukup jumbo. Dalam catatannya berjumlah Rp151 triliun, terdiri dari Rp89 triliun dari APBN, sisanya yang Rp58,41 triliun berasal dari investasi swasta.

Dana sebesar Rp48,8 triliun, kata dia, sudah dianggarkan pemerintah untuk mendanai pembangunan lanjutan hingga 2029. Merujuk rencana awal, pembangunan berlanjut hingga 2045 dengan total kebutuhan biaya Rp466 triliun dari APBN dan investasi swasta.

“Menurut saya, IKN itu too big to fail. Artinya dia sudah terlalu besar untuk kita hapuskan begitu saja,” kata Andry.

Andry mengatakan, sudah banyak infrastruktur yang dibangun di sana. Negara tetap perlu menganggarkan biaya perawatan agar fasilitas-fasilitas itu tidak rusak dan justru merugikan negara.

Dia menyarankan dua opsi. Pertama, pemerintah segera memindahkan ibu kota negara ke IKN. Kedua, mengubah status IKN menjadi ibu kota negara Kalimantan Timur agar bisa dimanfaatkan.

Jika dua opsi itu tidak diambil, maka IKN mau tidak mau dihentikan, Andry menilai, IKN akan mangkrak bila hal ini terjadi.

“Kalau itu yang terjadi, maka harus ada yang bertanggung jawab karena ini biaya investasi yang cukup besar di awal sudah dilakukan. Jadi, tentu saja itu menjadi kerugian negara tersendiri,” ujarnya.

Sementara, Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira lebih sepakat jika pembangunan IKN dimoratorium saja.

“Nusantara ini bisa digunakan untuk kantor wakil presiden sehingga bisa difungsikan daripada operasionalnya terus keluar. IKN ini juga bisa difungsikan misalnya menjadi tempat pelatihan militer,” ujar Bhima.

Dia mengatakan, IKN bisa dijadikan proyek percontohan ekonomi restoratif. Pemerintah bisa memulai proyek penghijauan di lahan-lahan yang sudah dibuka, tetapi belum dibangun infrastruktur.

Menurutnya, langkah itu bisa membuka banyak lapangan pekerjaan. Selain itu, pemulihan alam bisa dilakukan. Opsi lainnya adalah menjadikan IKN sebagai destinasi wisata.

“Dengan segala infrastruktur yang ada, karena dengan IKN menjadi tempat wisata, ada pendapatan untuk menutup biaya operasional,” kata Bhima.
 

Topik
Komentar

Komentar