Para investor pasar saham memiliki kepekaan tinggi terhadap perusahaan go public yang tersangkut kasus hukum.
Contohnya, saham PT Alamtri Resources Indonesia Tbk (ADRO), emiten milik Garibaldi Thohir alias Boy Thohir, langsung anjlok tersengat dugaan korupsi pembelian BBM jenis solar.
Pada Senin (7/8/2025), penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung) memeriksa Direktur Keuangan PT Adaro Minerals Indonesia, Heri Gunawan (HG). Terkait kontrak pembelian BBM jenis solar antara Adaro dan Pertamina, periode 2018-2023. Diduga ada kerugian negara sebesar Rp7 triliun per tahun.
Di mana, PT Adaro Minerals Indonesia merupakan anak usaha ADRO, milik pengusaha Boy Thohir yang juga kakak dari Menteri BUMN, Erick Thohir.
Atas pemeriksaan HS itu, pelaku pasar saham langsung menghukum saham milik Boy Thohir itu. Pada Rabu (13/8/2025), menurut catatan Bursa Efek Indonesia (BEI), saham ADRO sempat dibuka menguat 10 poin ke level Rp1.895/saham.
Tak lama kemudian, saham ADRO berbalik arah dengan kehilangan 5 poin, hingga penutupan sesi I. Anjloknya saham ADRO mengakhiri kenaikan harga berturut-turut sejak Senin (13/8/2025).
Hal ini, mengubur keyakinan investor akan saham ADRO bisa meraih resistance di kisaran Rp1.900/saham.
Nasib sama dialami dua emiten milik Boy Thohir lainnya, yakni PT Adaro Minerals Tbk (ADMR) dan PT Adaro Andalan Indonesia Tbk (AADI).
Masing-masing melemah 15 poin dan 175 poin. Saham ADMR parkir di posisi Rp1.095 per saham, sebelumnya anteng di harga Rp1.120 per saham. Sedangkan AADI mengalami kejatuhan tertinggi, menjadi Rp6.900 per saham.
Akibatnya, tekanan jual atas saham-saham milik Boy Thohir, tak bisa dibendung. Sentimen negatif dampak pemeriksaan HG, Direktur Adaro Indonesia periode 2018-2025.
Meski, HG masih berstatus saksi dalam dugaan korupsi pembelian BBM jenis solar yang menyeret sejumlah mantan petinggi Pertamina.
Tak tertutup kemungkinan, kepercayaan Boy Thohir itu, naik menjadi tersangka. Apalagi HG sudah dua kali diperiksa. Potensi besar ‘menggigit’ sejumlah petinggi di ADRO.
Berdasarkan informasi yang beredar di Kejagung, pemeriksaan HG terkait kontrak pembelian BBM jenis solar antara Adaro dan Pertamina, sejak 2018. Kala itu, Direktur Utama (Dirut) Pertamina dijabat Nicke Widyawati yang baru lengser pada 4 November 2024.
Setiap tahunnya, Adaro mendapat jatah solar sebanyak 500-600 kiloliter. Kemungkinan, solar itu digunakan untuk transportasi dan operasional lainnya di tambang batu bara milik Boy Thohir.
Situs Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyebutkan, kontrak pembelian solar Adaro dengan Pertamina, disepakati pada Mei 2015. Berlaku sepuluh tahun. Nilai pengadaan setiap tahunnya mencapai Rp7 triliun.
Diduga banyak kejanggalan dalam kontrak tersebut. Di mana, Adaro mendapat diskon cukup gede, kisaran 45-55 persen. Umumnya diskon untuk pembelian BBM dalam volume besar hanya 22-32 persen. Alhasil, Adaro bisa ‘ngirit’ hingga 23 persen dari diskon ‘janggal’ ini.
Dalam kasus ini, Kejagung telah menetapkan sembilan orang tersangka, yaitu Riva Siahaan (RS) selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Sani Dinar Saifuddin (SDS) selaku Direktur Feedstock dan Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional, Yoki Firnandi (YF) selaku Direktur Utama PT Pertamina International Shipping, Agus Purwono (AP) selaku VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional, Maya Kusmaya (MK) selaku Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga, dan Edward Corne (EC) selaku VP Trading Operations PT Pertamina Patra Niaga.
Tersangka lainnya, yakni Muhammad Kerry Andrianto Riza (MKAR) selaku beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa, Dimas Werhaspati (DW) selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim, dan Gading Ramadhan Joedo (GRJ) selaku Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak.