Gaduh tunjangan rumah anggota DPR sebesar Rp50 juta per bulan yang disebut lebih hemat ketimbang harus membangun rumah dinas (rumdin), lengkap dengan sarana dan prasarana, termasuk sistem keamanan dan biaya perawatan. Benarkah?
Ekonom sekaligus Pakar Kebijakan Publik dari UPN Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat (ANH), menilai, masalahnya bukan sekadar angka Rp50 juta. Namun, apakah tunjangan Rp50 juta itu, benar-benar lebih hemat ketimbang 2 opsi lain. Yakni, memelihara RJA (biaya operasional tahunan) atau revitalisasi total (biaya modal satu kali yang besar).
“Tanpa menutup data, kita bisa mengkalkulasi beban tunjangan: anggota DPR periode 2024-2029 yang jumlahnya mencapai 580 orang itu,” papar ANH, Jakarta, Kamis (21/8/2025).
Jika 580 anggota DPR menerima tunjangan rumah Rp50 juta/bulan, selama 12 bulan, maka total biayanya mencapai Rp348 miliar/tahun, atau sekitar Rp1,74 triliun dalam 5 tahun.
“Agar klaim lebih efisien itu, sahih, DPR perlu menunjukkan bahwa nilai sekarang (NPV) dari pemeliharaan RJA berikut biaya revitalisasi menyeluruh jelas melebihi Rp1,74 triliun,” ungkapnya.
Jika tidak, lanjut ANH, pernyataan efisiensi berubah menjadi sekadar pemindahan pos biaya dari belanja pemeliharaan aset negara ke belanja tunjangan individu, tanpa bukti penghematan.
“Bayangkan Anda mewarisi rumah dari orang tua. Kondisinya, atap bocor, instalasi usang, sehingga biaya perbaikan membengkak. Anda punya tiga pilihan: menambal sekenanya saban tahun, merenovasi menyeluruh sekali jalan atau menyerah dan menyewa apartemen baru,” imbuhnya.
Dari analogi di atas, menurut ANH tidak ada jawaban universal, yang rasional adalah menghitung, berapa biaya tahunan untuk menambal, berapa biaya renovasi besar untuk membuat rumah layak 20–30 tahun lagi, dan berapa ongkos sewa jika semua biaya ditanggung uang pribadi.
“Setelah ketiganya dibandingkan dengan benar, bukan sekadar perasaan mahal, barulah kata “hemat” pantas diucapkan,” kata ANH.
ANH kembali membuat cara sederhana untuk menganalisa apakah Rp50 juta per bulan, harga wajar untuk sewa hunian bagi pekerja di di wilayah Jakarta Pusat. Pasar memperlihatkan spektrum luas: unit apartemen dua kamar di kawasan SCBD/Senopati, misalnya, berada di kisaran Rp40 juta-Rp57 juta per bulan. Bahkan ada yang lebih tinggi untuk unit premium. Pada saat yang sama tersedia banyak opsi di bawah Rp30 juta.
Artinya, harga Rp50 juta memang cukup untuk menyewa hunian kelas atas yang dekat dengan Senayan, Jakarta Pusat. Namun bukan satu-satunya opsi layak huni bagi pejabat negara. Jika negara hendak membayar, standar yang sehat adalah plafon berbasis bukti, bukan angka datar.
“Skema reimbursement dengan batas atas menurut zona (radius Senayan, Jakarta Selatan pusat, hingga pinggiran) akan jauh lebih akuntabel daripada angka tunggal yang memaksa semua orang di level premium,” imbuhnya.