Usai Kasus Kuota Haji Naik ke Penyidikan, KPK akan Panggil Lagi Eks Menag Yaqut Cholil Qoumas

Usai Kasus Kuota Haji Naik ke Penyidikan, KPK akan Panggil Lagi Eks Menag Yaqut Cholil Qoumas


Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan kembali memanggil mantan Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas (YCQ) sebagai saksi dalam penyidikan kasus dugaan korupsi kuota haji 2023–2024. Kasus ini resmi naik ke tahap penyidikan usai rapat gelar perkara, Jumat (8/8/2025).

“Jadi tentunya dalam waktu ke depan, beberapa waktu ke depan, kami juga akan jadwalkan untuk pemanggilan terhadap beberapa pihak, termasuk saudara YCQ,” kata Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu dalam konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta, Sabtu (9/8/2025).

Asep menjelaskan, pemanggilan Yaqut sebelumnya, Kamis (7/8/2025), dilakukan saat perkara masih di tahap penyelidikan. Status perkara baru dinaikkan menjadi penyidikan sehari setelahnya.

“Dan nanti setelah ini naik (penyidikan), nanti yang bersangkutan ini akan dipanggil kembali. Mungkin itu yang bisa kami sampaikan,” ujarnya.

Sebelumnya, KPK mengungkap alasan menaikkan status perkara ke penyidikan melalui Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) umum, tanpa menetapkan tersangka. Menurut Asep, penyidik memerlukan ruang lebih leluasa untuk mengumpulkan bukti dan mendalami peran pihak-pihak yang terlibat.

“Karena kami masih ingin mendalami beberapa peran dari beberapa pihak sehingga nanti dengan sprindik umum ini kita menjadi lebih leluasa untuk mengumpulkan bukti juga mengumpulkan informasi,” kata Asep.

Ia menjelaskan, tahap penyidikan memungkinkan KPK melakukan upaya paksa seperti pemeriksaan saksi, penggeledahan, dan penyitaan, yang tidak bisa dilakukan di tahap penyelidikan.

“Karena tentu saja pada proses penyelidikan ini ada keterbatasan dimana dalam penyelidikan belum bisa melakukan upaya paksa penggeledahan, penyitaan, dan seterusnya sehingga kami melihat, kami perlu mengumpulkan bukti yang lebih banyak untuk menentukan nanti siapa yang menjadi tersangkanya,” jelasnya.

Ketika ditanya apakah Yaqut berpotensi menjadi tersangka, Asep menyebut penyidik masih mendalami bukti terkait pihak yang memberi perintah pembagian kuota haji tidak sesuai aturan, serta pihak yang menerima aliran dana.

“Jadi terkait dengan siapa yang memberikan perintah terhadap pembagian kuota yang tidak sesuai dengan aturan ini. Kemudian juga dari aliran dana, siapa pihak-pihak yang menerima aliran dana yang dikaitkan dengan penambahan kuota tersebut,” jelasnya.

KPK menduga kasus ini menimbulkan kerugian negara dan menguntungkan pihak tertentu, sebagaimana diatur dalam Pasal 2 dan Pasal 3 UU Tipikor. Sejauh ini, KPK telah memeriksa sejumlah pejabat dan mantan pejabat Kementerian Agama, agen perjalanan haji dan umrah, termasuk Yaqut; Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Hilman Latief; pegawai Kemenag berinisial RFA, MAS, dan AM; pendakwah Khalid Basalamah; Sekjen AMPHURI Muhammad Farid Aljawi; dan Ketua Umum Kesthuri Asrul Aziz.

Yaqut diperiksa di Gedung Merah Putih KPK, Kamis (7/8/2025), selama hampir lima jam. Ia mengaku dimintai keterangan soal pembagian kuota tambahan haji 2024.

“Ya, alhamdulillah saya berterima kasih akhirnya saya mendapatkan kesempatan, mendapatkan kesempatan untuk mengklarifikasi segala hal terutama yang terkait dengan pembagian kuota tambahan pada proses haji tahun 2024 yang lalu,” ujarnya.

Saat ditanya soal dugaan perintah dari Presiden ke-7 Joko Widodo, Yaqut menolak berkomentar.

“Terkait dengan materi saya tidak akan menyampaikannya, mohon maaf kawan-kawan wartawan. Intinya saya berterima kasih mendapatkan kesempatan bisa menjelaskan, mengklarifikasi segala hal yang terkait dengan pembagian kuota tahun lalu,” katanya.

Asep sebelumnya menyebut surat pemanggilan terhadap Yaqut telah dikirim dua pekan sebelum pemeriksaan. Perkara ini diduga terkait penyimpangan pembagian kuota haji reguler dan khusus yang seharusnya 92 persen untuk jemaah reguler dan 8 persen untuk haji khusus, namun dalam praktiknya dibagi rata 50:50.

KPK mengendus adanya praktik jual beli kuota haji khusus yang melibatkan pihak internal Kemenag, Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah, serta sejumlah agen travel.

Komentar