Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan tidak akan tebang pilih dalam menindak Anggota DPR RI yang diduga menggunakan dana CSR Bank Indonesia (BI) yang terindikasi rasuah. Meski kasus ini turut menyeret politikus dari partai penguasa, yakni Anggota DPR RI Fraksi Gerindra, Heri Gunawan (Hergun), KPK tetap akan memproses sesuai hukum.
Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu, memastikan bahwa setelah pemeriksaan terhadap Anggota DPR RI Fraksi NasDem, Satori (S), penyidik akan segera memanggil Hergun (HG).
“Nanti kita akan memanggil Bapak HG untuk CSR yang digunakan oleh Pak HG,” ujar Asep kepada awak media di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa (22/4/2025).
Selain Satori dan Hergun, Asep menyebut bahwa Anggota DPR RI lainnya yang diduga turut menggunakan aliran dana CSR BI juga akan dipanggil untuk dimintai keterangan.
“Ini kan kita ingin melihat secara keseluruhan. Walaupun ini sebetulnya lebih kepada penggunaannya,” ucap Asep.
Sebagaimana diketahui, Satori telah diperiksa sebanyak tiga kali, yakni pada Jumat (27/12/2024), Selasa (18/2/2025), dan terakhir Senin (21/4/2025). Sementara Hergun diperiksa pada Jumat (27/12/2024).
Modus Suap CSR BI
Sebelumnya diberitakan, KPK mengungkap modus dugaan suap terkait penggunaan dana CSR dari Bank Indonesia (BI) yang diduga masuk ke kantong pribadi anggota DPR RI Komisi XI (periode 2019–2024), termasuk Satori dan Heri Gunawan.
Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu, menjelaskan bahwa dana CSR BI pada awalnya disalurkan kepada sejumlah yayasan yang terafiliasi dengan oknum anggota DPR, termasuk kerabat dan keluarga dari Satori maupun Hergun. Aliran dana tersebut tidak langsung masuk ke rekening pribadi keduanya.
“Jadi begini, BI memiliki CSR. Tapi, CSR itu tidak langsung kepada orang, kepada person. CSR itu harus melalui yayasan. Harus melalui yayasan,” ujar Asep kepada awak media di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (20/2/2025).
Menurut Asep, karena dana CSR ini diberikan kepada Komisi XI, maka Satori dan Hergun mendirikan yayasan yang kemudian menjadi perantara untuk menerima dana tersebut.
“Jadi setiap orang, karena ini juga memang diberikan kepada Komisi XI, di mana Saudara S ini ada di situ, ini masih termasuk juga Saudara HG ya, itu yayasannya, jadi membuat yayasan. Kemudian melalui yayasan tersebutlah uang-uang tersebut dialirkan,” jelas Asep.
Setelah dana CSR BI masuk ke yayasan milik orang terdekat Satori dan Hergun, uang itu kemudian ditransfer kembali ke rekening pribadi mereka dengan modus nominee.
“Yang kami temukan, yang penyidik temukan selama ini adalah, ketika uang tersebut masuk ke yayasan, ke rekening yayasan, kemudian uang tersebut ditransfer balik ke rekening pribadinya, ada yang masuk ke rekening saudaranya, ada ke rekening orang yang memang nomineenya mewakili dia,” ucap Asep.
Dana tersebut kemudian digunakan untuk kepentingan pribadi, seperti pembelian aset properti.
“Setelah itu, dia tarik tunai, diberikan kepada orang tersebut, dan dibelikan properti, kepada yang lain-lain, menjadi milik pribadi, tidak digunakan untuk kegiatan-kegiatan sosial,” kata Asep.
Untuk menyamarkan aliran dana itu, pihak yayasan disebut membuat laporan fiktif seolah-olah seluruh dana CSR digunakan untuk kegiatan sosial sebagai bentuk pertanggungjawaban kepada BI.
“Tidak keseluruhannya tapi, tetap ada kegiatan sosialnya, ada, tapi itu hanya digunakan untuk kamuflase untuk laporan. Jadi dari 10 misalkan, 10 bikin rumah dikerjakan misalkan 3. Nah itu digunakan untuk laporan. Jadi tetap karena BI juga menerima meminta laporan,” jelas Asep.