Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil sembilan orang saksi dalam kasus dugaan suap proyek di Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU), Provinsi Sumatera Selatan. Pemeriksaan para saksi dilakukan hari ini di Polda Sumatera Selatan.
Di antara saksi yang diperiksa, terdapat dua Wakil Ketua DPRD OKU, yakni Rudi Hartono (RH) dan Parwanto (P).
“Pemeriksaan dilakukan di Polda Sumatera Selatan atas nama RH, Wakil Ketua I DPRD OKU, dan P, Wakil Ketua II DPRD OKU,” kata Jubir KPK, Tessa Mahardhika, melalui keterangan tertulis, Selasa (15/4/2025).
Selain itu, penyidik KPK juga memeriksa Anggota DPRD OKU, Roby Virtego. Penyidik turut memanggil sejumlah pihak lainnya untuk dimintai keterangan, antara lain Ahmad Azhar alias Alal yang merupakan Sespri Bupati periode 2022–2024, Firusmanto selaku Bendahara Dinas PUPR OKU, serta Netti Herawati, staf di dinas tersebut.
Dari kalangan swasta, penyidik memeriksa Amirullah alias Ujang, Reza Fahlevi, dan Heldawati. Pemeriksaan terhadap para saksi ini dilakukan guna mendalami dugaan keterlibatan berbagai pihak dalam perkara yang tengah diusut.
Gelar OTT
Sebelumnya, pada Sabtu (15/3/2025), KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) di OKU. Dari delapan orang yang diamankan, enam di antaranya ditetapkan sebagai tersangka dan langsung ditahan pada Minggu (16/3/2025).
Tersangka penerima suap:
1. Nopriansyah (NOP) – Kepala Dinas PUPR Kabupaten OKU
2. M. Fahrudin (MFR) – Ketua Komisi III DPRD OKU
3. Umi Hartati (UH) – Ketua Komisi II DPRD OKU
4. Ferlan Juliansyah (FJ) – Anggota Komisi III DPRD OKU
Tersangka pemberi suap:
5. M. Fauzi alias Pablo (MFZ) – Pihak swasta
6. Ahmad Sugeng Santoso (ASS) – Pihak swasta
Kronologi Kasus
Ketua KPK, Setyo Budiyanto, menjelaskan bahwa kasus ini bermula pada Januari 2025 saat pembahasan RAPBD OKU Tahun Anggaran 2025. Sejumlah anggota DPRD meminta jatah pokok pikiran (pokir) seperti tahun-tahun sebelumnya. Setelah dilakukan negosiasi, disepakati bahwa pokir akan diberikan dalam bentuk proyek fisik di Dinas PUPR dengan nilai awal Rp45 miliar. Namun, karena keterbatasan anggaran, jumlah tersebut dikurangi menjadi Rp35 miliar, dengan komitmen fee sebesar 20 persen untuk DPRD dan 2 persen untuk PUPR.
Setelah RAPBD disahkan, anggaran Dinas PUPR meningkat dari Rp48 miliar menjadi Rp96 miliar. Kepala Dinas PUPR OKU, Nopriansyah (NOP), kemudian mengatur sembilan proyek yang akan dikerjakan oleh pihak tertentu.
Praktik ini diduga telah menjadi kebiasaan di lingkungan Pemerintah Daerah (Pemda) OKU, di mana proyek diperjualbelikan dengan fee yang disisihkan untuk pejabat daerah dan anggota DPRD.
Menjelang Idulfitri, anggota DPRD Ferlan Juliansyah (FJ), M. Fahrudin (MFR), dan Umi Hartati (UH) menagih komitmen fee kepada NOP. Uang tersebut diambil dari pencairan uang muka proyek yang dikelola oleh pihak swasta, yakni M. Fauzi alias Pablo (MFZ) dan Ahmad Sugeng Santoso (ASS).
Pada 13 Maret 2025, MFZ mencairkan uang sebesar Rp2,2 miliar di Bank Sumselbabel dan menyerahkannya kepada NOP. NOP kemudian menitipkan uang tersebut kepada seorang pegawai negeri sipil (PNS) di Dinas Perkim OKU, Arman (A). Sebelumnya, pada awal Maret 2025, ASS juga telah menyerahkan Rp1,5 miliar kepada NOP di kediamannya.
Ada sembilan proyek yang dikondisikan dalam kasus suap ini, termasuk proyek rehabilitasi Rumah Dinas (Rumdin) Bupati dan Wakil Bupati OKU senilai Rp10,86 miliar. Proyek ini dikerjakan oleh dua pihak swasta menggunakan perusahaan bendera asal Lampung Tengah.
Selain itu, penyidik KPK telah menggeledah 21 lokasi di Kabupaten OKU, Sumatera Selatan, pada 19 hingga 24 Maret 2025. Salah satu lokasi yang digeledah adalah Kantor Bupati OKU.
Dalam penggeledahan tersebut, penyidik menyita berbagai barang bukti elektronik dan dokumen, termasuk dokumen terkait pokir DPRD OKU tahun 2025, dokumen kontrak sembilan proyek pekerjaan, serta voucher penarikan uang.