Wakil Menteri Pendidikan, Sains, dan Teknologi (Wamendiktisaintek) Stella Christie menekankan pentingnya memprioritaskan keterampilan manusia di tengah laju pesat kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI).
Menurutnya, pendidikan di era digital harus diarahkan pada penguatan kemampuan manusia untuk mengevaluasi dan memaknai hasil dari penggunaan AI.
“Pendidikan di era AI sebaiknya fokus pada ‘apa’ dan ‘bagaimana’ menggunakan AI, dengan menekankan pentingnya skill manusia untuk mengevaluasi output dari teknologi tersebut,” ujar Stella dalam keterangannya di Jakarta, baru baru ini.
Ia menjelaskan, manusia memiliki keunggulan kognitif yang lebih sistematis dibandingkan mesin. Salah satu contohnya terlihat dalam proses pengambilan keputusan saat berbelanja daring (e-commerce).
Meskipun banyak iklan menggunakan visualisasi AI yang tampak sempurna, keputusan akhir tetap membutuhkan kemampuan analisis dari manusia.
“Misalnya saat melihat produk yang terlalu bagus karena dihasilkan AI. Kita butuh keterampilan untuk mengevaluasi apakah barang itu sesuai kebutuhan atau sekadar tampilan visual,” jelasnya.
Stella menambahkan, penggunaan AI tetap perlu dikombinasikan dengan nalar manusia. Ia menegaskan bahwa proses berpikir seperti mempertanyakan ‘mengapa’ dan ‘bagaimana’ jauh lebih penting daripada hanya menerima data ‘apa’, ‘kapan’, dan ‘siapa’.
Selain itu, kemampuan manusia juga dibutuhkan dalam proses pelatihan AI itu sendiri, seperti memahami bias data, menilai keakuratan informasi yang dihasilkan, hingga mengantisipasi dampak lanjutan dari penerapan teknologi tersebut.
“Kemampuan mengevaluasi output AI sangat penting, termasuk dalam mengenali informasi keliru, bias data, dan potensi efek lanjutan di kehidupan nyata,” kata Stella.
Ia menutup dengan seruan agar dunia pendidikan Indonesia tidak terjebak pada hasil akhir semata, tetapi lebih mengutamakan proses berpikir kritis dalam menghadapi gelombang teknologi AI