Video berisi pernyataan Antono, seorang penjual bahan bangunan asal Bojonegoro, Jawa Timur (Jatim) yang merasa diperas Rp10 miliar oleh oknum Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Bojonegoro, bikin heboh.
Atas viralnya video di media sosial (medsos) pada akhir Juli lalu, Kepala KPP Pratama Bojonegoro, Junaidi memberikan tanggapan lewat akun instagram @pajakbojonegoro, dikutip Jumat (8/8/2025). Dia membantah segala tuduhan yang disampaikan Antono.
“Semua yang dituduhkan wajib pajak, saudara Antono, adalah tidak benar. Seluruh pengawasan, pemeriksaan dan penagihan pajak telah dilakukan sesuai prosedur dan berdasarkan data yang sah,” papar Junaidi.
Dia bilang, KPP Pratama Bojonegoro siap memberikan klarifikasi kepada pihak yang berwenang termasuk aparat penegak hukum, apabila diperlukan.
“Sebagai institusi yang menjunjung tinggi integritas dan akuntabilitas, kami tidak pernah menjanjikan, meminta atau menerima dari wajib pajak,d alam bentuk apapun seperti yang dituduhkan kepada kami,” kata Junaidi.
“Kami menghormati hak masyarakat untuk menyampaikan pendapat, namun kami berkewajiban melindungi kehormatan institusi dan petugas yang telah bekerja profesional dan sah,” imbuhnya.
Atas klarifikasi dari bos KPP Pratama Bojonegoro itu, Antono menantang buka-bukaan. Melalui kanal YouTube Ikatan Wajib Pajak Indonesia (IWPI), dia membeberkan banyak hal dalam video berdurasi sekitar 10 menit itu.
“Saya Antono. Saya bukan siapa-siapa, tapi saya adalah Bos Rakyat. Kenapa? Karena Pasal 1 Ayat 2 Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat,” kata Antono membuka pernyataan.
Selanjutnya, dia mempertanyakan legalitas dan kredibilitas Kepala KPP Pratama Bojonegoro, Junaidi yang menurutnya tampil kurang pas. Karena tanpa dilengkapi dokumen resmi seperti surat pengangkatan, KTP maupun ijazah asli.
“Bagaimana rakyat bisa percaya? Saya justru meragukan keberaniannya bicara tanpa identitas jelas,” ungkapnya.
Antono mengaku pernah diperiksa tiga staf KPP Bojonegoro, bernama Iwan Setiawan, Iwan Kurniawan dan Sahid Prasetyo. Dalam pemeriksaan, Antono kaget ketika disodori tagihan pajak senilai Rp10,4 miliar.
Angka itu dibebankan kepada anaknya, padahal yang diperiksa adalah dirinya. “Surat pemeriksaan ditunjukkan kepada saya, tapi tandanya atas nama anak saya. Ini jelas janggal,” ujarnya.
Selain itu, Antono menyoroti penghitungan omzet usaha yang dinilainya tidak masuk akal. Kala itu, tim pemeriksa menyebut Antono memiliki omzet hingga Rp118,4 miliar, dengan perhitungan laba senilai Rp23,6 miliar dan NPPN sebesar 20 persen. “Kalau ngitung, ya yang benar, Pak. Di surat ketetapan pajak, angka itu tidak dicantumkan,” tegasnya.
Dalam kesempatan itu, Antono juga mempertanyakan asal-usul harta kekayaan salah satu pegawai pajak yang ikut memeriksanya. Nilainya mencapai Rp3,8 miliar. “Itu gaji murni atau dari hasil garong, Pak,” kata Antono.
Keganjilan lainnya, menurut Antono, proses pemeriksaan oleh tim KPP Pratama Bojonegoro setelah lebih dari dua tahun masa pajak yang bersangkutan, Sehingga wajar jika dendanya menjadi besar sekali. “Saya siap diskusi berhadapan langsung. Dokumen saya terbuka untuk publik. Kapan bapak berani,” tantang Antono.
Di bagian akhir, Antono menghimbau kepada Presiden Prabowo Subianto, Menteri Keuangan Sri Mulyani, Dirjen Pajak Bimo Wijayanto, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa, dan Bupati Bojonegoro untuk memberikan atensi masalah ini.
“Ini sebagai bentuk kecintaan saya terhadap negara dan harapannya agar praktik-praktik oknum yang merusak citra pemerintah, bisa segera diberantas,” ungkapnya.