Aryna Sabalenka tak bisa menutupi kekecewaannya usai terhenti di semifinal Wimbledon 2025.
Datang sebagai unggulan teratas, Sabalenka membuktikan dirinya adalah petenis nomor satu dunia dalam lima pertandingan Wimbledon.
Petenis 27 tahun itu melesat tanpa hambatan di tengah banyaknya petenis unggulan yang tumbang di babak awal.
Sampai semifinal, Sabalenka tetap jauh diunggulkan, bahkan untuk Amanda Anisimova, unggulan ke-13.
Semua prediksi menjagokan Sabalenka akan dengan mudah menjadi juara di All England Club, lawan beratnya mungkin adalah Iga Swiatek di final.
Namun Sabalenka tak mampu bertahan dan mengembalikan pukulan petenis Amerika Serikat yang bermain “ganas”.
“Kalah itu menyebalkan, anda selalu merasa seperti anda ingin mati, anda ingin menghilang, dan itu akhir dari hidup anda,” kata Sabalenka.
Meninggalkan lapangan rumput dengan penuh perasaan terpuruk, Sabalenka mencoba lebih tenang saat sesi jumpa pers.”Tetapi kemudian anda duduk sebentar dan anda memikirkan tentang apa yang bisa anda lakukan secara berbeda dalam pertandingan. Anda melihat bahwa petenis lain tampil jauh lebih baik.”
“Tetapi momen pertama itu selalu menjadi momen paling buruk karena setiap kali anda berkompetisi di turnamen dan anda mencapai babak-babak akhir, anda berpikir bahwa anda semakin dekat dengan mimpi anda.”
Sementara untuk pertandingan melawan Anisimova, petenis unggulan pertama menyatakan bahwa faktor terbesar yang membuatnya kesulitan adalah game pengembaliannya. Menurut statistik, ia melakukan 12 pengembalian unforced error, dua kali lebih banyak daripada petenis unggulan ke-13.
“Pengembalian saya jauh lebih buruk dibandingkan pertandingan sebelumnya,” tutur Sabalenka. “Saya harus mengatakan bahwa saya melakukan yang terbaik. Saya mengerahkan semua hal yang saya miliki saat itu. Tetapi game pengembalian saya tidak bekerja dengan baik. Saya masih bisa kembali. Saya masih memiliki kesempatan.”
“Ia tampil lebih berani kali ini. Mungkin ketika saya berusaha bertahan dalam poin-poin, ia bermain dengan lebih agresif. Saya pikir saya seharusnya sedikit lebih berani dan mengingat bahwa saya menghuni peringkat tertinggi dan saya bisa melakukannya.”
Bukan untuk kali pertama Anisimova menyebabkan masalah kepada petenis peringkat 1 dunia yang kini menelan enam kekalahan dalam pertemuan mereka di tiga permukaan lapangan yang berbeda.
Dengan kekalahan tersebut, kini ia kalah di tiga Grand Slam secara beruntun pada musim ini setelah ia kalah di final Australian Open dan final Roland Garros. Sebagai perbandingan, ia memenangkan dua Grand Slam pada musim 2024.
“Saya pikir meskipun saya kalah di banyak final, saya kalah di laga sengit ketika melakoni Grand Slam musim ini, saya masih berpikir bahwa konsistensi yang saya perlihatkan sampai saat ini cukup impresif,” tambah Sabalenka.
“Tetap saja masih ada banyak hal yang bisa dibanggakan. Pengalaman ini memperlihatkan bahwa musim depan saya hanya akan semakin berambisi. Saya memiliki harapan besar untuk musim depan.”