Yusril Nilai Putusan MK Buat Kerancuan terkait Masa Jabatan DPRD

Yusril Nilai Putusan MK Buat Kerancuan terkait Masa Jabatan DPRD


Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, HAM, dan Imigrasi (Menko Kumham Imipas) Yusril Ihza Mahendra menilai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait penyelenggaraan pemilihan umum (pemilu) memiliki konsekuensi perpanjangan masa jabatan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).

Adapun MK memutuskan bahwa pemilu lokal untuk memilih anggota DPRD dan kepala/wakil kepala daerah digelar dua tahun atau dua tahun dan enam bulan sejak pemilu nasional rampung. Batas rampungnya pemilu nasional ditandai saat pelantikan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dan presiden/wakil presiden terpilih.

“Ini persoalan besar karena Pasal 22 E UUD 45 menegaskan anggota DPRD itu dipilih rakyat lima tahun sekali. Kalau diperpanjang dua tahun hingga 2,5 tahun, dengan apa kita memperpanjangnya? Karena bertabrakan dengan UU,” ujar Yusril saat dihubungi di Jakarta, Rabu (2/7/2025).

Untuk itu, Yusril berpendapat pembentukan tim internal pemerintah setelah putusan MK Nomor 135 tersebut sangat penting karena implikasi putusan sangat mendasar dan dampaknya sangat luas.

Ia mengungkapkan bahwa Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian akan berdiskusi terlebih dahulu dengan Menko Bidang Politik dan Keamanan (Polkam) Jenderal Pol. (Purn) Budi Gunawan bersama dirinya terkait putusan itu.

Menurut dia, pemerintah harus satu pandangan, sehingga para menteri dan lembaga terkait harus menyamakan persepsi.

“Semuanya nanti lalu dilaporkan ke Presiden,” tuturnya.

Yusril mengatakan masyarakat baru satu kali mengikuti pemilu serentak, yang juga diputuskan MK. Namun kali ini dengan putusan MK pula, rakyat harus mengikuti pemilu terpisah antara pusat dan daerah dengan jeda dua tahun sampai dengan dua tahun dan enam bulan.

Bagi partai politik (parpol), kata dia, hal itu juga tidak mudah, terutama dalam menyeleksi kader untuk pemilihan legislatif (pileg) pusat dan pileg daerah, yang tentu akan memakan biaya besar dan menyita waktu untuk persiapan kedua jenis pemilu itu.

Kendati demikian, ia menegaskan bahwa putusan MK bersifat final dan mengikat (binding), sehingga Pemerintah dan DPR harus melaksanakannya.

“Mulai dari memperbaharui UU Pemilu dan peraturan pelaksananya sampai penyediaan anggaran dan pelaksanaan pemilunya sendiri,” ucap Menko.

Adapun MK, dalam salah satu pertimbangan hukumnya, menyatakan bahwa penyelenggaraan yang berdekatan antara pemilu nasional dan daerah/lokal menjadikan parpol mudah terjebak dalam pragmatisme.

Hakim Konstitusi Arief Hidayat saat sidang pengucapan Putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024 di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Kamis (26/6), mengatakan kecenderungan itu terjadi karena parpol tidak memiliki cukup waktu untuk menyiapkan kadernya berlaga pada setiap jenjang pemilu.

Dalam hal tersebut, parpol dalam waktu instan dinilai harus menyiapkan ribuan kader untuk dapat bersaing dan berkompetisi pada semua jenjang pemilihan, mulai dari pemilu anggota DPR, anggota DPD, presiden/wakil presiden, dan anggota DPRD provinsi/kabupaten/kota hingga pemilihan gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan wali kota/wakil wali kota pada waktu yang berdekatan.

“Akibatnya, parpol mudah terjebak dalam pragmatisme dibanding keinginan menjaga idealisme dan ideologi,” kata Hakim Konstitusi.

Komentar